Senin, 13 Februari 2017

Aliran Interactionist Model


 
A.    Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini (early childhood education)  merupakan suatu disiplin ilmu pendidikan yang secara khusus memperhatikan, menelaah dan mengembangkan berbagai interaksi edukatif antara anak usia dini dengan pendidik untuk mencapai tumbuh kembang potensi anak secara optimal. Studi literatur menunjukkan bahwa ilmu pendidikan anak usia dini menyajikan berbagai kajian akademik tentang berbagai model isi dan proses pendidikan yang dapat diberikan dan dikembangkan pada anak usia dini.
Dalam rangka membantu memenuhi kebutuhan anak usia dini pada bidang pendidikan, pemerintah berusaha menfasilitasi dengan dikembangkannya Kurikulum PAUD yang diharapkan dapat membantu memberikan pendidikan yang berkualitas pada anak usia dini. Kurikulum PAUD dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan perkembangan (standar  performence) anak pada segala aspek perkembangan sehingga dapat membantu mempersiapkan anak beradaptasi secara kreatif dengan lingkungan masakini dan masa depan kehidupannya.
Kurikulum mempunyai kedudukan yang sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Menurut Mauritz Johnson kurikulum “prescribes (or at least anticipates) the result of instruction”, kurikulum menentukan atau setidaknya mempengaruhi hasil pengajaran. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses  pendidikan. Selain itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang studi yang ditekuni oleh  para ahli atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-konsep atau memberikan landasan-landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum sebagai institusi  pendidikan
Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi. Diantaranya banyak model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan. Sesuai dengan kerangka landasan filsafat, pengembangan kurikulum anak usia dini secara garis besar dikelompokan dalam tiga model.

Sebagaimana yang telah dibahas pada makalah kelompok ke-1 yaitu: pertama dilakukan dengan model proses pematangan (maturational model). Pendekatan kedua dikenal dengan model tingkah laku-lingkungan yang didasarkan pada teori Skinner, Baer, Bijou dan Bandura. Pendekatan ketiga dilakukan dengan menggunakan model interaksi yang didasarkan pada teori Piaget dan Vygotsky. Maka, dalam makalah ini akan membahas mengenai model pengembangan kurikulum yang ketiga model interaksi ( interactionist model )

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1.         Bagaimana hakekat dari model interaksionis ?
2.         Apa kelebihan dan kelemahan model interaksi ?
3.        Bagaimana kendala penerapan model interaksi dalam pembelajaran?
4.         Bagaimana solusi yang dapat mengatasi masalah model interaksi ?
C.      Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.    Untuk menjelaskan hakekat Teori Maturasionisme
2.    Untuk mengetahui implikasi model interaksi dalam proses pembelajaran
3.    Untuk mengetahui implikasi model interaksi terhadap pendidik dan peserta didik
4.    Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan model interaksi
5.    Untuk mengetahui kendala penerapan dalam pembelajaran
6.    Untuk mengetahui solusi mengatasi masalah yang timbul dalam pendidikan
D.    Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Mempermudah Guru dan akademis menetapkan kajian model pengembangan kurikulum yang ingin dipakai dalam proses pendidikan
2.      Membantu Guru dan akademis dalam memahami aliran yang berhubungan dengan kajian pengembangan kurikulum
3.      Memberi kejelasan bagi Guru dan akademis mengenai teori yang dapat membantu.

PEMBAHASAN

A.    Interactionist model
Interaksi antara siswa dengan content memberi arti bahwa content mengarahkan siswa untuk mempertanyakan apa (fakta), bagaimana (keterampilan) dan mengapa (tujuan/arti). Dengan demikian timbul kesadaran diri dan kesadaran sosial, bagaimana saya dapat memahami dunia saya? atau siapa saya di dunia ini? Konten merupakan aspek lingkungan siswa. Interaksi antara pikiran siswa dengan kehidupannya didasarkan pada kebenaran tidak pernah dianggap otentik sebelum dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila siswa telah mengalaminya, pengalaman tersebut dikembalikan kepada proses interaksi antara dirinya dengan pikirannya sehingga siswa memperoleh pandangan baru tentang kehidupan.
Pendekatan pengembangan kurikulum yang dilakukan dengan menggunakan model interaksi yang didasarkan pada teori Piaget dan Vygotsky. Dapat dikatakan bahwa keduanya menyakini bahwa anak adalah pembangunan pengetahuan yang aktif. Pengetahuan tersebut diperoleh anak melalui susunan pengalaman secara aktif dan interaksi yang dilakukan dengan lingkungan.[1] Mengenai model pengembangan kurikulum yang ketiga model interaksi ( interactionist model ) Model pengembangan kurikulum ini didasarkan pada konsep teori Piaget. Model ini beranggapan bahwa perkembangan anak merupakan hasil perpaduan antara heriditas dan pengaruh lingkungan. Perkembangan akan terjadi pada seseorang ketika orang melakukan pengorganisasian diri yang dicapai pada tahap optimal oleh peristiwa yang dieksperientasikan.
a)    Komponen Administratif 
Lingkungan ruangan dirancang untuk memberikan keuntungan pada anak-anak dalam mencapai berbagai aktivitas. Pusat-pusat pembelajaran lebih dibatasi dibandingkan dengan model pematangan tetapi anak-anak dapat berinteraksi antara berbagai pusat pembelajaran. Perlengkapan pada setiap ruangan terdiri atas berbagai bahan multi dimensi yang dapat dipergunakan anak melakukan eksplorasi, memecahkan persoalan serta menemukan berbagai cara mengembangkan gagasan yang bersifat konseptual.
Perlengkapan yang disusun harus memenuhi kebutuhan anak pada bahan-bahan kongkrit dan representatif. Staf bertindak sebagai pemerhati munculnya berbagai pengalaman muncul pada anak pada tahapan perkembangan tertentu. Pada suatu waktu, orang dewasa bertindak aktif misalnya memberikan berbagai pengalaman baru pada anak namun pada kesempatan lain bertindak pasif menunggu anak-anak mencapai tahapan pembelajaran yang stabil. Orang dewasa juga sering menekankan bahasa yang harus dimiliki anak untuk mengembangkan berbagai konsep.
b) Komponen Pendidikan
Aktivitas pendidikan menekankan pada pembelajaran yang bersifat heuristik, misalnya strategi pemecahan masalah, elaborasi keterampilan dan teknik bertanya.Situasi akademik sering dihadirkan melalui suatu unit atau tema. Berbagai rancangan aktivitas pembelajaran ditunjukkan oleh strategi pemecahan masalah, elaborasi keterampilan dan teknik bertanya. Situasi akademik sering dihadirkan melalui suatuunit atau tema. Berbagai rancangan aktivitas an dengan menggunakan motivasiinstriksik, misalnya ‘epistemic curiosity‘. Pengelompokan anak dilakukan secaraheterogen (kelompok yang berbeda) dari berbagai sudut pandangan. Anak-anak banyak bekerja secara individual. Susunan aktivitas pembelajaran anak dilakukan untuk mencapai penguasaan konsep yang bersifat temporal. Penentuan batas waktuyang lama pada setiap situasi pembelajaran yang memungkinkan anak melakukan berbagai kegiatan eksploratif.
c) Evaluasi program
Program dianggap berhasil jika anak-anak mencapai kemajuan pada tahap perkembangan yang tinggi, misalnya pengetahuan fisik, pengetahuan logika matematika, pengetahuan pembagian waktu temporal dan pengetahuan sosial. [2]
Sehingga pada hakikatnya pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan.[3]

B.     Implikasi terhadap proses pembelajaran
Ada sejumlah implikasi yang relevan terhadap proses pembelajaran. Implikasi itu antara lain sebagai berikut:[4]
1)   Isi Pembelajaran
Mengutamakan pemahaman terhadap konsep-konsep besar, maka konsep tersebut disajikan dalam konteksnya yang actual yang kadang-kadang kompleks. Siswa perlu didorong agar ia tidak takut pada hal-hal yang komplek. Siswa perlu memahami bahwa hal-hal yang kompleks akan memberikan tantangan untuk diketahui dan dipahami. siswa harus membentuk pengertian dari berbagai sudut pandang, maka dalam proses belajarnya tidak bisa dipisahkan dengan dunia riil dan informasi dari berbagai sumber. Di kelas siswa harus dimotivasi untuk mencari sudut pandang baru dan mempertimbangkan sumber data alternatif.
2)        Tujuan Pembelajaran
Membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi, pembentukan kembali, dan transformasi informasi yang telah diperolehnya menjadi pengetahuan baru. Transformasi terjadi kalau ada pemahaman (understanding), sedangkan pemahaman terjadi sebagai akibat terbentuknya struktur kognitif baru dalam pikiran siswa. Pemahaman terjadi kalau terjadi proses akomodasi atau perubahan paradigma dalam pikiran siswa. Berlandaskan teoritik, tujuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme adalah membangun pemahaman. Pemahaman dinilai penting, karena pemahaman akan memberikan makna kepada apa yang dipelajari. Karena itu tekanan belajar bukanlah untuk memperoleh atau menemukan lebih banyak, akan tetapi yang lebih penting adalah memberikan interpretasi melalui skema atau struktur kognitif yang berbeda.
3)        Strategi Pembelajaran
Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasi konkrit, maka strategi pembelajaran yang digunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi siswa. Dalam hal ini teknik dan seni yang dimiliki guru ditantang untuk mengoptimalkan pembelajaran.
4)   Hubungan Guru-Siswa
Guru bukanlah seseorang yang mahatahu dan siswa bukanlah yang belum tahu, karena itu harus diberi tahu. Dalam proses belajar, siswa aktif mencari tahu dengan membentuk  pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan siswa bersama-sama membangun pengetahuan.

Kemudian untuk komponen kurikulum dalam model interaksionis terdapat sebagai berikut:
1)      Proses Pembelajaran
Model interaksionis menekankan pada pembelajaran yang bersifat holistik, misalnya strategi pemecahan masalah, elaborasi keterampilan, dan teknik bertanya. Proses pembelajaran menggunakan motivasi intrinsik dari anak. Anak-anak banyak bekerja secara individual.
2)      Manajemen Kelas
Perlengkapan ada setiap ruangan terdiri atas berbagai bahan multidimensi yang dapat dipergunakan anak untuk melakukan eksplorasi, memecahkan persoalan, setelah itu dilakukan pengeloompokan secara heterogen yaitu dari kelompok yang berbeda dari berbagai sudut pandang. Dalam model interaksionis, kelas menjadi tempat yang dijadikan anak untuk memilih materi untuk perkembangan perceptual dan konseptual dan mengerjakannya dengan caranya sendiri, terdapat dua kelompok yaitu kelompok besar untuk perencanaan pembelajaran, mengevaluasi kegiatan, dan saat di waktu untuk bercerita, serta kelompok kecil untuk kegiatan pembelajaran.
3)      Asesmen
Proses asesmen dilakukan secara individual dengan cara membandingkan perkembangan anak saat ini dan sebelumnya, namun perlu juga untuk memperhatikan perbedaan anak dalam perkembangan, pengalaman, dan budaya anak. Selain dengan teknik observasi, dapat melakukan asesmen dengan tes formal. Assesmen yang dapat digunakan dalam model interaksionis adalah observasi (specimen-desription, time sampling, dan event sampling), wawancara, dan portofolio.
C.    Implikasi terhadap pendidik dan peserta didik
a)      Pendidik dalam proses pembelajaran harus mendorong terjadinya kegiatan kognitif tingkat tinggi seperti mengklasifikasi, menganalisis, menginterpretasikan, memprediksi dan menyimpulkan, dll.
b)      Pendidik merancang tugas yang mendorong peserta didik untuk mencari pemecahan masalah secara individual dan kolektif sehingga meningkatkan kepercayaan diri yang tinggi dalam mengembangkan pengetahuan dan rasa tanggungjaawab pribadi.
c)      Dalam proses pembelajaran, pendidik harus memberi peluang seluas-luasnya agar terjadi proses dialogis antara sesama peserta didik, dan antara peserta didik dengan pendidik, sehingga semua pihak merasa bertanggung jawab bahwa pembentukan pengetahuan adalah tanggungjawab bersama. Caranya dengan memberi pertanyaan-pertanyaan, tugas-tugas yang terkait dengan topik tertentu, yang harus dipecahkan, didalami secara individual ataupun kolektif, kemudian diskusi kelompok, menulis , dialog dan presentasi di depan teman yang lain.

D.    Kelebihan dan kelemahan
Adapun kelebihan dalam model interaksi terdapat 11 yaitu sebagai berikut :
1.    Guru bukan satu-satunya sumber belajar.
2.    Pembelajar lebih aktif dan kreatif.
3.    Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
4.     Pembelajar memiliki kebebasan belajar.
5.    Perbedaan individual terukur dan dihargai.
6.    Membina sikap produktif dan percaya diri.
7.    Proses evaluasi difokuskan pada penilaian proses.
8.    Berfikir proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan.
9.    Faham, karena murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengaplikasikannya dalam semua situasi.
10.    Ingat
11.    Kemahiran sosial
Sedangkan kelemahan dalam model interaksi diantaranya adalah:
1.      Kemauan dan kemampuan belajar yang lemah dari pembelajar akan mengakibatkan proses konstruksi menjadi terhambat, karena yang berperan aktif dalam pembelajaran adalah pembelajar.
2.      Terkadang pembelajar tidak memiliki ketekunan dan keuletan dalam mengkonstruksi pemahamannya terhadap sesuatu, itu bisa saja menjadi kendala dalam prosesnya mengerti sesuatu.
3.      Pembelajaran kelas dapat lama, bila ada beberapa siswa yang kurang cepat berpikir.
4.      Gerak kelas dapat sangat berlainan bila siswanya beraneka inteligensi.
5.      Pengaturan kelas kadang lebih sulit.
6.      Pendekatan konstruktivisme memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran yang lain, membutuhkan kelengkapan sarana/prasarana dan media penunjang pembelajaran serta menuntut adanya ketrampilan dan kecakapan lebih dari guru dalam mengelola kelas yang dikembangkan dengan pendekatan model pembelajaran konstruktivisme.

E.     Kendala dalam penerapan pembelajaran menurut aliran model interaksi
Terdapat pula kendala yang muncul dalam penerapan pembelajaran sebagai berikut:
Ø  Sulit mengubah keyakinan dan kebiasaan guru. Guru selama ini telah terbiasa mengajar dengan menggunakan pendekatan tradisional, mengubah kebiasaan ini merupakan suatu hal yang tidak mudah.
Ø  Guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan mengelola kegiatan pembelajaran berbasis. Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan dalam memilih menggunakan media yang sesuai.
Ø  Adanya anggapan guru bahwa penggunaan metode atau pendekatan baru dalam pembelajaran akan menggunakan waktu yang cukup besar. Guru khawatir target pencapaian kurikulum (TPK) tidak tercapai. Besarnya beban mengajar guru, latar pendidikan guru tidak sesuai dengan mata pelajaran.       Siswa terbiasa menunggu informasi dari guru. Siswa akan belajar jika ada transfer pengetahuan dan tugas-tugas dari gurunya. Mengubah sikap “menunggu informasi” menjadi “pencari dan pengkonstruksi informasi” merupakan kendala itu sendiri.
Ø   Adanya budaya negatif di lingkungan.


F. Solusi mengatasi masalah yang timbul dalam pendidikan
v  Guru, sebagai subjek sentral dalam pendidikan harus memiliki wawasan baru dan luas dalam model-model pembelajaran.
v  Sekolah dan penyelenggaranya harus memiliki visi dan misi yang jelas yang menjangkau masa depan, dan melengkapi dengan sarana prasarana yang memadai.
v  Dibutuhkan keberanian dari pelaku-pelaku pendidikan untuk secara kritis menyikapi berbagai perubahan dan membuat terobosan.
v  Peserta didik anak usia dini tidak lagi dijadikan asset yang mampu menjual nama baik lembaga, tetapi harus diberi kesempatan berkembang secara optimal dan alamiah.

proses belajar mengajaKemudian dari s
eg
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam model interaksi menurut teori piaget dan vygotsky, bahwa anak bukanlah individu yang bersifat pasif, yang hanya menerima pengetahuan dari orang lain. Anak adalah mahluk belajar yang aktif yang dapat mengkreasi atau mencipta dan membangun pengetahuan itu sendiri. Para ahli menyakini bahwa pembelajaran terjadi pada saat anak memahami dunia disekeliling mereka.
Pembelajaran menjadi proses interaktif yang melibatkan teman-teman sebaya anak, orang dewasa dan lingkungan. Anak membangun pemahaman mereka sendiri terhadap dunia. Mereka memahami apa yang terjadi di sekeliling mereka dengan mensintesis pengalaman-pengalaman barudengan apa yang telah mereka pahami sebelumnya.
Guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.
B.     Saran
Sebagai manusia yang terus memerlukan pendidikan di setiap detik kehidupannya,maka kita harus selalu bisa memilih lingkungan yang baik untuk masa depan kita. Karena,lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku kita. Kita termasuk manusia yang  beruntung,apabila kita berada dalam lingkungan yang positif dan baik,dengan begitu kita akan menjadi insan yang baik pula. Sebaliknya, apabila kita termasuk manusia yang berada di dalam lingkungan yang negatif atau tidak baik,maka kita harus bisa membatasi diri untuk tidak ikut dalam hal negatif tersebut. Jadi,aliran interaksionist model ini sangat penting untuk di pahami, agar kita dapat mengetahui seberapa besar pengaruh lingkungan terhadap taraf pendidikan kita maupun kualitas pendidikan di negara kita ini.
Guru, sebagai subjek sentral dalam pendidikan harus memiliki wawasan baru dan luas dalam model-model pembelajaran. Sekolah dan penyelenggaranya harus memiliki visi dan misi yang jelas yang menjangkau masa depan, dan melengkapi dengan sarana prasarana yang memadai sehingga peserta didik anak usia dini bisa berkembang secara optimal dan alamiah.


DAFTAR PUSTAKA


[1]  Suyadi, Konsep Dasar PAUD, Bandung : PTRemaja Rosda Karya, 2015, hal.119
[2] kajian Kebijakan Kurikulum PAUD – Tahun 2007
[3] Bodrova, E. & Leong, L. J. (1996).Tools of the Mind: A Vygotskian approach to earlychildhood education. Englewood Cliffs, NJ: Merrill Publishing Company.
[4] Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, Kanisius, hal.122

Tidak ada komentar:

Posting Komentar