A. Latar Belakang
Pendidikan anak usia dini (early childhood education) merupakan suatu disiplin ilmu pendidikan yang secara khusus memperhatikan, menelaah dan
mengembangkan berbagai interaksi edukatif
antara anak usia dini dengan pendidik untuk mencapai tumbuh kembang potensi anak secara optimal. Studi literatur menunjukkan
bahwa ilmu pendidikan anak usia dini menyajikan berbagai kajian akademik tentang
berbagai model isi dan proses pendidikan yang dapat diberikan dan dikembangkan pada
anak usia dini.
Dalam rangka membantu memenuhi kebutuhan anak usia dini pada bidang
pendidikan, pemerintah berusaha menfasilitasi
dengan dikembangkannya Kurikulum PAUD yang diharapkan dapat membantu
memberikan pendidikan yang berkualitas pada anak usia dini. Kurikulum PAUD dibutuhkan dalam
rangka memenuhi kebutuhan perkembangan (standar performence) anak
pada segala aspek perkembangan sehingga dapat membantu mempersiapkan anak
beradaptasi secara kreatif dengan lingkungan masakini dan masa depan
kehidupannya.
Kurikulum mempunyai kedudukan
yang sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala
bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Menurut
Mauritz Johnson kurikulum “prescribes (or at least anticipates) the result of
instruction”, kurikulum menentukan atau setidaknya mempengaruhi hasil
pengajaran. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan
pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses
pendidikan. Selain itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang studi yang
ditekuni oleh para ahli atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-konsep
atau memberikan landasan-landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum sebagai
institusi pendidikan
Dalam mengembangkan suatu kurikulum
banyak pihak yang turut berpartisipasi. Diantaranya banyak model pengembangan
kurikulum yang dapat digunakan. Sesuai dengan kerangka landasan filsafat,
pengembangan kurikulum anak usia dini secara garis besar dikelompokan dalam
tiga model.
Sebagaimana
yang telah dibahas pada makalah kelompok ke-1 yaitu: pertama dilakukan dengan
model proses pematangan (maturational model). Pendekatan kedua dikenal dengan
model tingkah laku-lingkungan yang didasarkan pada teori Skinner, Baer, Bijou
dan Bandura. Pendekatan ketiga dilakukan dengan menggunakan model interaksi
yang didasarkan pada teori Piaget dan Vygotsky. Maka, dalam makalah ini akan
membahas mengenai model pengembangan kurikulum yang ketiga model interaksi (
interactionist model )
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1.
Bagaimana
hakekat dari model interaksionis ?
2.
Apa
kelebihan dan kelemahan model interaksi ?
3.
Bagaimana
kendala penerapan model interaksi dalam pembelajaran?
4.
Bagaimana
solusi yang dapat mengatasi masalah model interaksi ?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan hakekat Teori
Maturasionisme
2. Untuk mengetahui implikasi model interaksi dalam proses pembelajaran
3. Untuk mengetahui implikasi model interaksi terhadap pendidik dan peserta didik
4. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan
model interaksi
5. Untuk mengetahui kendala penerapan dalam
pembelajaran
6. Untuk mengetahui solusi mengatasi masalah yang timbul
dalam pendidikan
D.
Manfaat Penulisan
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mempermudah Guru dan akademis menetapkan
kajian model pengembangan kurikulum yang ingin dipakai dalam proses pendidikan
2. Membantu Guru dan akademis dalam
memahami aliran yang berhubungan dengan kajian pengembangan kurikulum
3. Memberi kejelasan bagi Guru dan akademis
mengenai teori yang dapat membantu.
PEMBAHASAN
A.
Interactionist model
Interaksi antara siswa dengan content memberi arti bahwa
content mengarahkan siswa untuk mempertanyakan apa (fakta), bagaimana
(keterampilan) dan mengapa (tujuan/arti). Dengan demikian timbul kesadaran diri
dan kesadaran sosial, bagaimana saya dapat memahami dunia saya? atau siapa saya
di dunia ini? Konten merupakan aspek lingkungan siswa. Interaksi antara pikiran
siswa dengan kehidupannya didasarkan pada kebenaran tidak pernah dianggap
otentik sebelum dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila siswa telah
mengalaminya, pengalaman tersebut dikembalikan kepada proses interaksi antara
dirinya dengan pikirannya sehingga siswa memperoleh pandangan baru tentang
kehidupan.
Pendekatan
pengembangan kurikulum yang dilakukan dengan menggunakan model interaksi yang
didasarkan pada teori Piaget dan Vygotsky. Dapat dikatakan bahwa keduanya
menyakini bahwa anak adalah pembangunan pengetahuan yang aktif.
Pengetahuan tersebut diperoleh anak melalui susunan pengalaman secara aktif dan
interaksi yang dilakukan dengan lingkungan.[1] Mengenai
model pengembangan kurikulum yang ketiga model interaksi (
interactionist model ) Model pengembangan kurikulum ini didasarkan pada konsep teori Piaget. Model ini beranggapan bahwa perkembangan anak
merupakan hasil perpaduan antara heriditas dan pengaruh lingkungan. Perkembangan
akan terjadi pada seseorang ketika orang melakukan pengorganisasian diri yang
dicapai pada tahap optimal oleh peristiwa yang dieksperientasikan.
a)
Komponen Administratif
Lingkungan ruangan dirancang
untuk memberikan keuntungan pada anak-anak dalam mencapai berbagai
aktivitas. Pusat-pusat pembelajaran lebih dibatasi dibandingkan dengan model pematangan tetapi anak-anak dapat berinteraksi
antara berbagai pusat pembelajaran. Perlengkapan pada setiap ruangan terdiri atas
berbagai bahan multi dimensi yang dapat dipergunakan anak melakukan eksplorasi,
memecahkan persoalan serta menemukan berbagai cara mengembangkan gagasan yang bersifat konseptual.
Perlengkapan yang disusun harus
memenuhi kebutuhan anak pada bahan-bahan kongkrit dan representatif. Staf bertindak sebagai pemerhati munculnya berbagai pengalaman muncul pada anak pada tahapan perkembangan tertentu. Pada suatu waktu, orang dewasa
bertindak aktif misalnya memberikan berbagai pengalaman baru pada anak
namun pada kesempatan lain bertindak pasif menunggu anak-anak mencapai tahapan
pembelajaran yang stabil. Orang dewasa juga sering menekankan bahasa yang harus
dimiliki anak untuk mengembangkan berbagai konsep.
b) Komponen Pendidikan
Aktivitas pendidikan menekankan pada pembelajaran yang
bersifat heuristik, misalnya strategi pemecahan
masalah, elaborasi keterampilan dan teknik bertanya.Situasi akademik sering
dihadirkan melalui suatu unit atau tema. Berbagai rancangan aktivitas pembelajaran ditunjukkan oleh strategi pemecahan masalah,
elaborasi keterampilan dan teknik bertanya.
Situasi akademik sering dihadirkan melalui suatuunit atau tema. Berbagai
rancangan aktivitas an dengan menggunakan motivasiinstriksik, misalnya
‘epistemic curiosity‘. Pengelompokan anak dilakukan secaraheterogen (kelompok
yang berbeda) dari berbagai sudut pandangan. Anak-anak banyak bekerja
secara individual. Susunan aktivitas pembelajaran anak dilakukan untuk mencapai penguasaan konsep yang bersifat temporal. Penentuan batas waktuyang
lama pada setiap situasi pembelajaran yang memungkinkan anak melakukan berbagai kegiatan eksploratif.
c)
Evaluasi program
Program dianggap berhasil jika anak-anak mencapai
kemajuan pada tahap perkembangan yang tinggi,
misalnya pengetahuan fisik, pengetahuan logika matematika, pengetahuan pembagian
waktu temporal dan pengetahuan sosial. [2]
Sehingga pada hakikatnya pendidikan interaksional
yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia
sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan
manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga
berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan
interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik
kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik
dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan
lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam
pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta.
Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan
interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks
kehidupan.[3]
B.
Implikasi terhadap proses pembelajaran
Ada sejumlah implikasi yang relevan terhadap proses pembelajaran. Implikasi
itu antara lain sebagai berikut:[4]
1)
Isi Pembelajaran
Mengutamakan pemahaman terhadap
konsep-konsep besar, maka konsep tersebut disajikan dalam konteksnya yang
actual yang kadang-kadang kompleks. Siswa perlu didorong agar ia tidak takut
pada hal-hal yang komplek. Siswa perlu memahami bahwa hal-hal yang kompleks akan
memberikan tantangan untuk diketahui dan dipahami. siswa harus membentuk
pengertian dari berbagai sudut pandang, maka dalam proses belajarnya tidak bisa
dipisahkan dengan dunia riil dan informasi dari berbagai sumber. Di kelas siswa
harus dimotivasi untuk mencari sudut pandang baru dan mempertimbangkan sumber
data alternatif.
2)
Tujuan Pembelajaran
Membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses
internalisasi, pembentukan kembali, dan transformasi informasi yang telah
diperolehnya menjadi pengetahuan baru. Transformasi terjadi kalau ada pemahaman
(understanding), sedangkan pemahaman terjadi sebagai akibat terbentuknya
struktur kognitif baru dalam pikiran siswa. Pemahaman terjadi kalau terjadi
proses akomodasi atau perubahan paradigma dalam pikiran siswa. Berlandaskan
teoritik, tujuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme
adalah membangun pemahaman. Pemahaman dinilai penting, karena pemahaman akan
memberikan makna kepada apa yang dipelajari. Karena itu tekanan belajar
bukanlah untuk memperoleh atau menemukan lebih banyak, akan tetapi yang lebih
penting adalah memberikan interpretasi melalui skema atau struktur kognitif
yang berbeda.
3)
Strategi Pembelajaran
Tugas guru adalah membantu agar
siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasi konkrit, maka
strategi pembelajaran yang digunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan
situasi siswa. Dalam hal ini teknik dan seni yang dimiliki guru ditantang untuk
mengoptimalkan pembelajaran.
4)
Hubungan Guru-Siswa
Guru bukanlah seseorang yang mahatahu dan siswa bukanlah yang belum tahu, karena
itu harus diberi tahu. Dalam proses belajar, siswa aktif mencari tahu dengan
membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar pencarian
itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan siswa bersama-sama membangun
pengetahuan.
Kemudian untuk komponen kurikulum dalam model interaksionis terdapat
sebagai berikut:
1)
Proses Pembelajaran
Model interaksionis menekankan pada pembelajaran yang
bersifat holistik, misalnya strategi pemecahan masalah, elaborasi keterampilan,
dan teknik bertanya. Proses pembelajaran menggunakan motivasi intrinsik dari
anak. Anak-anak banyak bekerja secara individual.
2)
Manajemen Kelas
Perlengkapan ada setiap ruangan terdiri atas berbagai
bahan multidimensi yang dapat dipergunakan anak untuk melakukan eksplorasi,
memecahkan persoalan, setelah itu dilakukan pengeloompokan secara heterogen
yaitu dari kelompok yang berbeda dari berbagai sudut pandang. Dalam model
interaksionis, kelas menjadi tempat yang dijadikan anak untuk memilih materi
untuk perkembangan perceptual dan konseptual dan mengerjakannya dengan caranya
sendiri, terdapat dua kelompok yaitu kelompok besar untuk perencanaan
pembelajaran, mengevaluasi kegiatan, dan saat di waktu untuk bercerita, serta
kelompok kecil untuk kegiatan pembelajaran.
3)
Asesmen
Proses asesmen dilakukan secara individual dengan cara
membandingkan perkembangan anak saat ini dan sebelumnya, namun perlu juga untuk
memperhatikan perbedaan anak dalam perkembangan, pengalaman, dan budaya anak. Selain
dengan teknik observasi, dapat melakukan asesmen dengan tes formal. Assesmen
yang dapat digunakan dalam model interaksionis adalah observasi
(specimen-desription, time sampling, dan event sampling), wawancara, dan
portofolio.
C.
Implikasi terhadap pendidik dan
peserta didik
a)
Pendidik dalam proses pembelajaran harus mendorong
terjadinya kegiatan kognitif tingkat tinggi seperti mengklasifikasi,
menganalisis, menginterpretasikan, memprediksi dan menyimpulkan, dll.
b)
Pendidik merancang tugas yang mendorong peserta
didik untuk mencari pemecahan masalah secara individual dan kolektif sehingga
meningkatkan kepercayaan diri yang tinggi dalam mengembangkan pengetahuan dan
rasa tanggungjaawab pribadi.
c)
Dalam proses pembelajaran, pendidik harus memberi
peluang seluas-luasnya agar terjadi proses dialogis antara sesama peserta
didik, dan antara peserta didik dengan pendidik, sehingga semua pihak merasa
bertanggung jawab bahwa pembentukan pengetahuan adalah tanggungjawab bersama.
Caranya dengan memberi pertanyaan-pertanyaan, tugas-tugas yang terkait dengan
topik tertentu, yang harus dipecahkan, didalami secara individual ataupun
kolektif, kemudian diskusi kelompok, menulis , dialog dan presentasi di depan
teman yang lain.
D.
Kelebihan dan kelemahan
Adapun kelebihan dalam model interaksi terdapat 11 yaitu sebagai berikut :
1.
Guru
bukan satu-satunya sumber belajar.
2.
Pembelajar
lebih aktif dan kreatif.
3.
Pembelajaran
menjadi lebih bermakna.
4.
Pembelajar
memiliki kebebasan belajar.
5.
Perbedaan
individual terukur dan dihargai.
6.
Membina
sikap produktif dan percaya diri.
7.
Proses
evaluasi difokuskan pada penilaian proses.
8.
Berfikir proses membina pengetahuan baru,
murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan.
9.
Faham, karena murid terlibat secara langsung dalam
mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengaplikasikannya
dalam semua situasi.
10.
Ingat
11.
Kemahiran sosial
Sedangkan kelemahan
dalam model interaksi diantaranya adalah:
1.
Kemauan dan kemampuan belajar yang lemah dari
pembelajar akan mengakibatkan proses konstruksi menjadi terhambat, karena yang
berperan aktif dalam pembelajaran adalah pembelajar.
2.
Terkadang pembelajar tidak memiliki ketekunan dan
keuletan dalam mengkonstruksi pemahamannya terhadap sesuatu, itu bisa saja
menjadi kendala dalam prosesnya mengerti sesuatu.
3.
Pembelajaran kelas dapat lama, bila ada beberapa
siswa yang kurang cepat berpikir.
4.
Gerak kelas dapat sangat berlainan bila siswanya
beraneka inteligensi.
5.
Pengaturan kelas kadang lebih sulit.
6.
Pendekatan konstruktivisme memerlukan alokasi waktu
yang lebih panjang dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran yang lain,
membutuhkan kelengkapan sarana/prasarana dan media penunjang pembelajaran serta
menuntut adanya ketrampilan dan kecakapan lebih dari guru dalam mengelola kelas
yang dikembangkan dengan pendekatan model pembelajaran konstruktivisme.
E.
Kendala dalam penerapan
pembelajaran menurut aliran model interaksi
Terdapat pula kendala yang muncul dalam
penerapan pembelajaran sebagai berikut:
Ø Sulit
mengubah keyakinan dan kebiasaan guru. Guru selama ini telah terbiasa mengajar
dengan menggunakan pendekatan tradisional, mengubah kebiasaan ini merupakan
suatu hal yang tidak mudah.
Ø Guru
kurang tertarik dan mengalami kesulitan mengelola kegiatan pembelajaran
berbasis. Guru dituntut
untuk lebih kreatif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan dalam memilih
menggunakan media yang sesuai.
Ø Adanya
anggapan guru bahwa penggunaan metode atau pendekatan baru dalam pembelajaran
akan menggunakan waktu yang cukup besar. Guru khawatir target pencapaian
kurikulum (TPK) tidak tercapai. Besarnya
beban mengajar guru, latar pendidikan guru tidak sesuai dengan mata pelajaran. Siswa
terbiasa menunggu informasi dari guru. Siswa akan belajar jika ada transfer
pengetahuan dan tugas-tugas dari gurunya. Mengubah sikap “menunggu informasi”
menjadi “pencari dan pengkonstruksi informasi” merupakan kendala itu sendiri.
Ø Adanya budaya negatif di
lingkungan.
F. Solusi
mengatasi masalah yang timbul dalam pendidikan
v Guru, sebagai subjek sentral
dalam pendidikan harus memiliki wawasan baru dan luas dalam model-model
pembelajaran.
v Sekolah dan penyelenggaranya
harus memiliki visi dan misi yang jelas yang menjangkau masa depan, dan
melengkapi dengan sarana prasarana yang memadai.
v Dibutuhkan keberanian dari
pelaku-pelaku pendidikan untuk secara kritis menyikapi berbagai perubahan dan
membuat terobosan.
v Peserta didik anak usia dini tidak lagi dijadikan asset yang mampu
menjual nama baik lembaga, tetapi harus diberi kesempatan berkembang secara
optimal dan alamiah.
proses belajar mengajaKemudian dari s
eg
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam model interaksi menurut teori piaget dan
vygotsky, bahwa anak bukanlah individu yang bersifat pasif, yang hanya menerima pengetahuan dari orang lain.
Anak adalah mahluk belajar yang aktif yang dapat mengkreasi atau mencipta dan
membangun pengetahuan itu sendiri. Para ahli menyakini bahwa pembelajaran
terjadi pada saat anak memahami dunia disekeliling mereka.
Pembelajaran menjadi proses interaktif yang melibatkan teman-teman sebaya
anak, orang dewasa dan lingkungan. Anak membangun pemahaman mereka sendiri
terhadap dunia. Mereka memahami apa yang terjadi di sekeliling mereka dengan mensintesis
pengalaman-pengalaman barudengan apa yang telah mereka pahami sebelumnya.
Guru tidak lagi menduduki tempat
sebagai pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun
guru lebih diposisikan sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk dapat
belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru
mengajar.
B. Saran
Sebagai manusia yang terus memerlukan pendidikan di
setiap detik kehidupannya,maka kita harus selalu bisa memilih lingkungan yang
baik untuk masa depan kita. Karena,lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan dan
tingkah laku kita. Kita termasuk manusia yang beruntung,apabila kita berada dalam lingkungan
yang positif dan baik,dengan begitu kita akan menjadi insan yang baik pula.
Sebaliknya, apabila kita termasuk manusia yang berada di dalam lingkungan yang
negatif atau tidak baik,maka kita harus bisa membatasi diri untuk tidak ikut
dalam hal negatif tersebut. Jadi,aliran interaksionist model ini sangat penting
untuk di pahami, agar kita dapat mengetahui seberapa besar pengaruh lingkungan
terhadap taraf pendidikan kita maupun kualitas pendidikan di negara kita ini.
Guru, sebagai subjek sentral dalam pendidikan harus
memiliki wawasan baru dan luas dalam model-model pembelajaran. Sekolah dan
penyelenggaranya harus memiliki visi dan misi yang jelas yang menjangkau masa
depan, dan melengkapi dengan sarana prasarana yang memadai sehingga peserta
didik anak usia dini bisa berkembang secara optimal dan alamiah.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Suyadi, Konsep Dasar
PAUD, Bandung : PTRemaja Rosda Karya, 2015, hal.119
[2] kajian Kebijakan Kurikulum PAUD – Tahun 2007
[3] Bodrova, E. & Leong, L. J. (1996).Tools of the
Mind: A Vygotskian approach to earlychildhood education. Englewood Cliffs, NJ:
Merrill Publishing Company.
[4] Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, Kanisius,
hal.122
Tidak ada komentar:
Posting Komentar