KAJIAN TEORITIK
1. Hakikat
Finger Painting
a. Pengertian
Finger Painting
Finger painting adalah
jenis kegiatan membuat gambar yang dilakukan
dengan
cara menggoreskan adonan warna (bubur warna) secara langsung dengan jari tangan secara bebas di atas
bidang gambar, batasan jari di sini adalah semuajari tangan, telapak tangan,
sampai pergelangan tangan.[1] Sedangkan menurut Hajar Pamadi, finger painting adalah
teknik melukis secara langsung tanpa
menggunakan bantuan alat, anak dapat mengganti kuas
dengan jari–jari tangannya secara langsung.[2]
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa finger
painting
adalah
kegiatan melukis secara langsung dengan jari tangan di atas bidang gambar dengan cara
menggoreskan adonan warna (bubur warna) secara bebas.
Dalam melakukan finger painting, anak dapat merasakan sensasi pada jari karena kegiatan ini langsung
menggunakan jari-jari tangan. Pada dasarnya
kegiatan
finger painting sangat mudah dan tidak sulit untuk dilakukan oleh anak usia dini. Di dalam kegiatan finger
painting tidak ada aturan baku yang harus dipelajari. Dalam kegiatan finger painting yang
penting dilakukan oleh pendidik
adalah bagaimana memotivasi dan
menumbuhkan keberanian pada diri anak untuk berani menyentuhkan jarinya dengan cat
warna. Kegiatan ini juga melatih motorik halus anak
khususnya jari-jari anak agar lebih lentur. Melalui berbagai kegiatan kesenian, seperti menggambar,
melukis, menggunakan instrumen musik, dan
merajut
akan melatih kemampuan motorik halus (Slamet Suyanto, 2005a; 132). Oleh karena selain untuk melatih
kesenian anak, kegiatan finger painting termasuk
dalam kegiatan yang dapat melatih kemampuan motorik halus anak. Anak menggunakan otot-otot jarinya
untuk berkreasi sehingga kemampuan
motoriknya
berkembang. Biasanya untuk melatih anak menulis, terlebih dahulu anak-anak dilatih untuk menggambar.
Hal itu secara tidak langsung akan melatih
otot-otot
halus anak pada tangan dan jari yang sangat berguna sebagai bekal berlatih menulis. Menurut Ki Hadjar
Dewantara menyatakan bahwa anak usia
dini belajar paling baik adalah dengan
menggunakan
indria (alat indranya).[3]
Dengan kegiatan finger
painting dapat melatih anak untuk menggunakan indranya
yaitu indra peraba karena kegiatan finger painting ini mengharuskan anak untuk bersentuhan langsung
dengan cat pewarna untuk bahan melukis
dengan
menggunakan jari-jari mereka. Aktivitas mereka bersentuhan langsung dengan cat dapat melatih anak untuk
menggunakan indra perabanya. Kegiatan ini
juga
dapat membantu anak untuk mengenal warna dan pencampuran warna karena di dalam kegiatan finger
painting ini anak dapat bebas memilih dan mencampur
cat warna yang akan dipakai untuk kegiatan melukisnya.
b.
Bahan dan Peralatan Finger Painting
Berikut ini merupakan bahan dan peralatan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan
kegiatan finger painting
Ø
Bahan Finger
Painting
Bahan
yang dapat digunakan untuk membuat cat pada kegiatan finger painting adalah
sebagai berikut:
1)
Cat untuk finger painting,
2)
Tepung sagu (kanji),
3)
Pewarna kue yang berwarna tajam,
4)
Sabun cair, dan
5)
Minyak sayur.
a)
Cat dari tepung sagu
Tepung sagu dicairkan lalu masukkan 1 sendok teh
sabun cair, minyak sayur
dan pewarna secukupnya. Aduk di dalam panci hingga merata lalu masak di atas kompor sambil terus
diaduk-aduk. Usahakan tepung sagu jangan terlalu masak
karena hasilnya akan kurang bagus.
b)
Cat dari serpihan sabun
Kocok serpihan sabun
hingga menyerupai adonan busa kue. Tambahkan
sedikit
cat sebagai pewarna. Jika tidak memungkinkan untuk membuat cat, guru dapat menggunakan cat warna finger
painting. Cat untuk kegiatan finger painting harus aman bagi anak karena cat
tersebut akan langsung bersentuhan dengan jari-jari anak.
Oleh karena itu pendidik
harus teliti dan selektif jika memilih cat. pendidik biasanya membuat cat
sendiri dengan menggunakan tepung sagu yang dimasak dan diberi pewarna makanan.
Ø
Peralatan Finger Painting
1)
Pewarna untuk melukis dengan tangan,
2)
Kertas manila atau kertas khusus untuk menggambar dengan tangan,
3)
Kain lap, dan
4)
Mangkuk-mangkuk kecil sebagai tempat cat.
c. Langkah Kerja Finger Painting
Langkah-langkah finger painting yaitu;[6]
a.
Siapkan kertas gambar, bubur warna (adonan warna) dan alas kerja.
b.
Goreskan adonan warna tersebut dengan jari secara langsung sehingga menghasilkan jejak jari tangan dengan
bebas sampai membentuk kesan goresan jari di bidang gambar.
Sebelum memulai kegiatan finger painting,
terlebih dahulu berikan penjelasan
kepada anak tentang kegiatan yang akan dilakukan dan jelaskan satu persatu nama alat dan bahan atau
media yang digunakan dalam kegiatan finger painting. Kemudian instruksikan
anak untuk mencelupkan jari-jemarinya ke
dalam
cat dengan berbagai warna dan melukiskannnya dengan gerakan-gerakan ke kertas yang telah disediakan.
Dalam kegiatan finger painting yang dilakukan, kertas terlebih dahulu diberi pola
satu lingkaran besar sebagai batasan
anak untuk menuangkan
cat di atas kertas. Anak diminta untuk memberikan warna di dalam pola lingkaran tersebut secara
penuh. Anak diharapkan dapat memberi warna
secara
rapi dan tidak keluar dari garis. Amati gerakan jari anak saat memberikan warna di atas bidang gambar.
Setelah kegiatan berakhir mintalah anak untuk membersihkan
tangan dan mengeringkannya dengan kain lap. Jadi bahan dan alat yang dapat
digunakan untuk kegiatan finger painting adalah cat untuk finger painting,
kertas sebagai sebagai bidang gambar yang sudah diberi pola terlebih dahulu,
mangkuk-mangkuk kecil sebagai tempat cat, dan kain lap untuk membersihkan tangan anak.
d.
Tujuan dan Manfaat Finger Painting
Setiap kegiatan pasti memiliki tujuan yang akan
dicapai oleh anak yang melakukan
kegiatan tersebut. Selain tujuan yang dapat dicapai suatu kegiatan juga dapat bermanfaat bagi anak yang
melakukan kegiatan tersebut. Finger painting memiliki banyak tujuan dan manfaat
yang dapat diperoleh atau dirasakan oleh
anak
usia dini. Tujuan akan tercapai apabila terjadi interaksi antara pendidik dengan peserta didik sehingga ada proses
timbal baliknya.
Berikut ini merupakan tujuan kegiatan finger
painting[7]
yaitu dapat mengembangkan ekspresi melalui media lukis dengan gerakan tangan, mengembangkan
fantasi, imajinasi, dan kreasi, melatih otot-otot tangan/jari,
koordinasi otot dan mata, melatih kecakapan mengombinasikan warna, memupuk perasaan terhadap
gerakan tangan dan memupuk keindahan.
Secara
khusus tujuan finger painting adalah melatih keterampilan tangan, kelentukan, kerapian, dan
keindahan. Sejalan dengan pendapat Sumanto (2005:132) bahwa kegiatan finger
painting dapat membantu anak untuk melatih gerakan tubuh.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, lentuk adalah
berkeluk atau mudah dibengkok-bengkokkan
(tidak kaku). Sedangkan kerapian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah baik,
teratur, dan bersih; apik. Hal yang diamati peneliti adalah kerapian hasil finger
painting anak. Dalam hal ini peneliti mengamati kelentukan jari anak dalam proses finger
painting. Di dalam kegiatan finger painting yang dilakukan, anak
diminta membuat goresan di dalam pola lingkaran pada
kertas yang telah disediakan. Untuk dapat memenuhi pola lingkaran dengan cat dibutuhkan kelentukan jari agar
hasil finger painting anak dapat rapi. Sedangkan
kerapian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah baik, teratur, dan bersih; apik.
e.
Jenis Aktivitas Finger Painting
Jenis–jenis aktivitas finger painting menurut
Brandt (dalam Lifya: 2012) adalah
:
a.
Gelombang, goyangan, dan cetakan
Buat gerakan,
gelombang, goyangan jari dan jempol, serta beberapa tanda lainnya dengan menggunakan
bagian-bagian tangan yang lainnya.

b.
Desain simetris
Lukis pada setengah
kertas kemudian lipat kertas tersebut dengan tangan, buka kertas tersebut kembali, dan
akan menimbulkan ciplakan yang mirip
dengan
lukisan yang telah digambar pada kertas sebelumnya.
c.
Tangan disekeliling dunia
Oleskan warna yang
berbeda di setiap ujung jari. Tekankan tangan tersebut kesebuah kertas dan jangan
pindahkan telapak tangan tersebut sampai terlihat seperti
lingkaran bumi yang biru dan hujan dengan multi warna yang berbeda disekitarnya.
d.
Topi pesta yang kerucut
Lukis jari dengan cat
warna, tempelkan jari pada sebuah kertas yang membentuk
gambar kerucut, hias gambar tersebut dengan titik yang menggunakan ujung jari yang telah
diberi warna. Lakukan hal tersebut secara
terus
menerus sampai membentuk kerucut es krim.
e.
Lukisan titik-titik
Buat lukisan yang tersusun
penuh titik-titik. Gunakan berbagai warrna
yang
berbeda satu dengan yang lainnya guna menghasilkan lukisan yang menarik.

Gambar 1.2. Gambar tersusun penuh titik-titik
f.
Binatang
Anak dapat membuat
lukisan binatang dengan jari. Contohnya gambar badan
burung merak atau bebek. Gunakan ujung jari untuk melukis bulu burung tersebut disekitar badannya.

Gambar 1.3: melukis bulu burung dengan ujung jari
Jenis-jenis kegiatan finger painting di atas
adalah jenis kegiatan yang dilakukan
dalam pelaksanaan finger painting. Dari beberapa jenis kegiatan finger painting di
atas, guru dapat memilih salah satu kegiatan yang ingin dilakukan di sekolah. Guru dapat memilih
kegiatan sesuai dengan kebutuhan. Akan lebih baik jika dalam pembelajaran finger
painting guru memilih kegiatan yang berbeda di setiap pertemuan, hal ini
untuk menghindari rasa bosan anak terhadap kegiatan finger painting.
Dalam kegiatan ini anak belajar mengembangkan ekspresi melalui media lukis dengan gerakan tangan
dan melatih kecakapan anak untuk
mengkombinasikan
warna. [9] Ekspresi anak melalui media lukis tersebut dapat terlihat
pada hasil finger painting anak. Dalam kegiatan ini anak bebas untuk
mengekspresikan diri untuk melukis sesuai keinginan anak. Selain itu anak bebas untuk memilih
warna apa yang akan ia gunakan untuk
melukis.
Hal ini memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan fantasi, imajinasi dan kreasi. Kemampuan
mewarna yang dimiliki anak usia dini akan
menumbuhkan rasa estetika yang semakin baik. Menurut Harun Rasyid aktivitas seperti ini dapat dibiasakan dalam
kegiatan lomba mewarna dan melukis.
Kegiatan
lomba ini sekaligus akan membentuk, membiasakan, serta memupuk kemampuan anak dalam mewarna.[10]
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kegiatan finger painting
dapat
bermanfaat sebagai kegiatan yang dapat melatih motorik halus anak yang melibatkan otot-otot tangan/jari,
koordinasi otot dan mata, memupuk perasaan terhadap gerakan tangan, serta dapat mengembangkan
ekspresi melalui media lukis
dengan gerakan tangan. Hal tersebut dikuatkan oleh pendapat Slamet Suyanto (2005b: 142) yang
menyatakan bahwa kegiatan yang dapat dilakukan untuk melatih kemampuan menulis permulaan anak dalam
bidang seni antara lain adalah
kegiatan
finger painting. Dalam hal memupuk perasaan terhadap gerakan tangan dapat dilihat saat anak berusaha
memberikan warna terhadap pola pada kertas tanpa keluar dari garis. Hal ini membutuhkan
kehati-hatian agar hasil karya anak
terlihat
rapi. Kelentukan jari sangat berperan peting dalam hal ini untuk menghasilkan karya yang rapi. Oleh
karena itu, kelentukan dan kerapian menjadi hal penting untuk mengetahui
seberapa jauh kemampuan motorik halus anak pada kegiatan finger
painting. Maka, kegiatan ini dapat membantu mengembangkan kemampuan menulis
permulaan anak usia dini dan kegiatan ini dapat menjadi salah satu kegiatan
yang dapat dipilih oleh pendidik untuk membantu mengembangkan kemampuan
menulis permulaan anak.
Dengan
kemampuan menulis permulaan yang baik maka kemampuan keterampilan bantu diri seperti berpakaian dan
merawat diri akan semakin baik. Kegiatan finger painting ini
dapat membantu anak untuk melatih gerakan tubuh. Menurut Slamet Suyanto kemampuan mengontrol gerakan tubuh sangat penting dalam
berbagai aspek kehidupan. Makan, minum,
berlari,
mengendarai sepeda, dan menyetir mobil memerlukan koordinasi berbagai anggota tubuh. Dari pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan finger painting termasuk
dalam kegiatan yang dapat melatih kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh khususnya
jari jemari. [11]
Menurut teori Experential learning dari Roger belajar melalui dua tahap yaitu
tahap kognitif dan tahap pengalaman. Tahap kognitif bersifat pengetahuan
akademik sedangkan tahap pengalaman ialah
tahap
bagaimana menggunakan pengetahuan tersebut untuk kepentingannya. Melalui kegiatan finger painting
ini diharapkan anak akan belajar tahap kognitif melalui pengetahuan dalam melakukan
kegiatan finger painting dalam
pembelajaran
yang dilakukan di sekolah seperti belajar menggerakkan jari jemari dengan menggunakan cat untuk
menghasilkan lukisan yang diinginkan, belajar mengenai warna-warna yang digunakan dalam kegiatan finger
painting, serta belajar
mengendalikan jari jemari untuk menggambar. Selain itu anak juga diharapkan dapat belajar mengenai
fungsi serta manfaat kegiatan yang telah
dilakukan
saat finger painting seperti menggerakkan jari-jarinya saat melukis. Anak diharapkan dapat menggunakan
serta mengkoordinasikan jari-jarinya untuk kegiatan lain misalnya memakai sepatu, mengancingkan
baju, menulis, serta aktivitas
bantu diri lainnya.[12]
2. Kemampuan
Menulis Permulaan
a. Pengertian
Menulis adalah suatu keterampilan yang dapat dipelajari
aspek kemampuan lainnnya dikuasai. Salah satunya adalah aspek koordinasi
motorik halus dan adanya kemampuan persepsi visiual. Pengertian kemampuan
menulis diutarakan menurut Levin dan Bus, bahwasanya Preschool children tend
to rely on drawings or drawinglike devices if they are unable to communicate by
writing. [13]
kemampuan menulis untuk anak usia 5-6 tahun ditandai dengan adanya kesenangan
terhadap suatu gambar bahkan menggunakan gambar tersebut sebagai alat khusus
bila anak belum bisa berkomunikasi melalui tulisan. Sering dijumpai anak
menggunakan gambar tersebut sebagai alat khusus bila anak belum bisa
berkomunikasi melalui tulisan. Sering dijumpai anak menggunakan gambar untuk
menyampaikan cerita yang ada di pikirannya dan mengungkapkan diri mereka lewat
bentuk gambar apa saja.
Istilah menulis permulaan disebut printing skills yang
diartikan Temple dan Others yaitu :
Printing skills emerges out of their early scribbles,
can reproduce letters and copy several short word, distinguish between the
distinctive characteristics of letters, such as whether the lines are curved or
straight, open or closed, and so on.[14]
Kemampuan menulis permulaan muncul ketika anak dapat
membuat coretan, menulis huruf dan menyalin beberapa kata, cara memahami
perbedaan karakteristik huruf seperti membedakan garis sautu huruf apakah harus
lurus atau tidak, terbuka atau tertutup dan seterusnya. Anak mulai tertarik
membuat dan memahami huruf dari apa yang mereka lihat di lingkungan sekitar.
Menurut Brewer, menulis permulaan juga diartikan
sebagai :
Children learn to write (compose) in a process that is
observable and predictable, although there are individual variations in any
learning. The development of early writing moves through observable stages:
scribbling, linear repetitive writing random letter writing, letter name or
phonetic writing, transitional spelling and conventional spelling.[15]
Proses perkembangan kemampuan menulis dapat diamati
dan dapat diprediksikan, walaupun setiap individu memiliki gaya belajar yang
berbeda ketika belajar. Tahapan perkembangan kemampuan menulis permulaan
diantaranya: tulisan yang tidak beraturan (coret mencoret), penulisan berulang
berbentuk garis lurus, menulis beberapa huruf namun masih bersifat acak,
menulis nama atau penulisan yang berkenaan penulisan fonetik, ejaan transisi,
dan ejaan konvensional.
Pengertian menulis permulaan juga diutarakan menurut Owens yaitu :
writing development is really the development of many interdependent processes.
The mechanics of forming letters, learning to spell develops first, with text
generation and executive function developing much later.[16]
Perkembangan kemampuan meulis merupakan suatu protes
perkembangan yang saling memiliki ketergantungan. Kemampuan dalam membuat
beberapa bentuk tulisan, cara pengucapan huruf, meniru beberapa contoh dari
bahan bacaan, serta melaksanakan fungsi perkembangan dalam setiap tulisan.
Sejalan dengan pendapat di atas, Brewer menyatakan early
phonetic writing bagin to make the connection between letters and sound. Used
dots to mark the spaces between words, wich is a common feature in beginning
writing.[17]
Kemampuan menulis permulaan merupakan bagian dari keterhubungan antara
tulisan dan cara pengucapannya. Menulis permulaan biasanya menggunakan titik
untuk menandakan jarak antara beberapa kata yang secara umum biasanya digunakan
sebagai tanda dalam menulis. Menulis permulaan terkadang untuk anak yang baru
belajar merupakan sesuatu hal yang sulit tetapi bila ini distimulus dan dilatih
maka menulis merupakan sesuatu hal yang sangat mudah dan bahkan menjadi hal
yang menyenangkan.
Menurut Jalongo, ada dua perkembangan dalam menulis
permulaan yaitu prealphabetic dan alphabetic writing yang dijelaskan sebagai
berikut:
1) Phrealphabetic
meaning that no real letters are recognizable. Emerging concepts prealphabetic
are random scribbling, controlled scribbling, naming of scribbling.
2) Alphabetic
writing and representational drawing, early representational drawing, mock
letters, and letters, preschematic drawing and semiconventional alphabetic
writing, schematic drawing and conventional writing.[18]
Pada prealphabetic tidak ada huruf yang bisa dikenali.
Konsep prealphabetic terdiri dari munculnya coretan yang acak, coretan anak
yang sudah mulai terkontrol, pemberian nama terhadap coretan. Penulisan alphabet
dan mewakili gambar, mewakili permulaan gambar, tulisan yang ditirukan dan
ditulis kembali, gambar sebelum skematis dan menulis alphabet yang belum
sebenarnya, menggambar skematis dan menulis konvensional. Meurut Owens, juga
mendefinisikan kemampuan menulis permulaan:
Early writing children expend a great deal of
cognitive energy on the mechanics, such as forming letters. Over time,
spelling, like reading becomes more accurate and automati.
Menulis pernulaan pada anak merupakan proses yang
menggunakan kemampuan kognitif, seperti membentuk susunan bentuk huruf. Seiring
berjalannya waktu, proses mengeja, aktivitas membaca akan menjadi lebih tepat
dan bisa dilakukan secara sendiri.
Montessori menyatakan, once children know the
sounds and letter shapes of enough vowels and consonants, they are ready to
write.[19] Apabila
anak telah mengetahui suara dan bentuk vocal dan konsonan yang cukup, anak siap
untuk menulis. Masa awal anak belajar menulis adalah membuat kata atau kalimat
dengan tulisan cakar ayam atau tidak beraturan. Pada dasarnya tulisan di
sekitar merupakan alat pengembangan kemampuan membaca dan menulis. Manfaat
tulisan di sekitar kita dalam menggunakan bahasa dan menekankan hubungan tulisan-tulisan tersebut dengan abjad, kata
dan pesan.[20]
Interaksi dengan orang dewasa sangat penting untuk memaksimalkan manfaat
tulisan di sekitar kita sebagai alat pengembangan kemampuan membaca dan
menulis. Interaksi ini dapat dimulai dengan penggunaan petunjuk-petunjuk
kontekstual secara bertahap (gambar, tokoh kartun, foto, symbol pada kemasan
dan buku cerita)
Kemampuan menulis merupakan suatu bentuk kompetensi
berbahasa paling akhir dikuasai pembelajar bahasa setelah kompetensi
mendengarkan, berbicara dan membaca.[21]
Jika dalam kegiatan berbicara harus menguasai lambang-lambang bunyi, kegiatan
menulis mengehndaki untuk menguasai lambang atau simbol-simbol visual dan
aturan tata tulis. Walaupun menulis merupakan kompetensi berbahasa paling
akhir, tetapi konsep mengajarkan kemampuan menulis pada siswa harus berbentuk
kegiatan bermain seperti mencoret-coret dengan krayon, tongkat, pensil dan lain
sebagainya. Walaupun berbentuk bermain tidak lupa memasukkan unsur-unsur
mengajarkan huruf menjadi kata dan menyusun kata menjadi kalimat walaupun masih
dalam tahapan sederhana.
Berdasarkan dari beberapa landasan teori dapat
disimpulkan bahwasanya kemampuan menulis permulaan adalah kesanggupan seorang
siswa dalam aspek (1) membuat coretan, (2) memahami karakteristik huruf, (3)
membuat beberapa bentuk tulisan.
b.
Tahapan Kemampuan Menulis Permulaan
Suatu penelitian yang dilakukan Roskos, Chritie dan
Ricggles yang dilakukan pada tahun 2003 diperoleh informasi bahwasanya
kemampuan membaca dan menulis sudah sangat jelas berkembang secara alami, anak
memahami tentang duia memulai eksplorasi bermain, serta pengaruh internal
kemampuan otak dalam menangkap informasi dan membentuk suatu konsep dalam menggunakan
kemampuan literasi pada setiap masing-masing anak.[22]
Perkembangan menulis permulaan anak sudah bisa diramalkan dan sudah bisa di
ketahui tahapan-tahapan perkembangan kemampuan menulis permulaan pada anak.
Morrow membagi kemampuan menulis anak menjadi 6
tahapan sebagai berikut :
1) Writing via
drawing
2) Writing via
scribbling
3) Writing via
making letter-like forms
4) Writing via
reproducing well-learned units or letter strings
5) Writing via
inverted spelling
6) Writing via
conventional spelling.[23]
Tahapan kemampuan menulis di
atas merupakan gambaran kemampuan menulis anak yang berawal dari tahapan yang
sederhana sampai tahapan yang lebih tinggi. Munculnya kemampuan menulis
ditandai dengan adanya ketertarikan anak pada kegiatan menulis yang bermula
dari mencoret, mencoba menulis huruf, menulis namanya sendiri dan meniru kata
atau tulisan.
1) Writing via
drawing. anak akan menggunakan gambar dalam kegiatan menulis. Pada tahap ini
anak masih menganggap bahwa coretan dan
gambar adalah sesuatu hal yang bisa dibaca dan terkadang anak
berpura-pura membaca coretan, bahkan menyuruh orang lain membaca tulisannya.
2) Writing via
scribbling, yaitu menulis dengan cara menggores. Anak serig kali mencoret dari
arah kiri ke kanan seakan mencontoh tulisan orang dewasa
3) Writing via
making letter-like forms, yaitu menulis dengan cara membuat bentuk seperti huruf.
Anak tidak hanya membuat goresan, tetapi sudah melibatkan unsur kreasinya.
4) Writing via
reproducing well-learned units or letter strings, yaitu menulis dengan cara
menghasilkan huruf-huruf atau unit yang sudah baik. Anak menulis huruf-huruf
dengan mencontoh misalnya mencoba namanya.
5) Writing via
inverted spelling, yaitu menulis dengan mencoba mengeja satu persatu. Tahap ini
anak mencoba mengeja dengan cara trial and eror.
6) Writing via conventional
spelling, yaitu menulis dengan cara mengeja langsung. Tahap ini anak telah
dapat mengeja secara baik dari segi susunan maupun ejaan.
Gambar 2.1 Tahapan Kemampuan Menulis [24]

Mampu menulis dan menulis dengan baik merupakan
kemampuan yang sangat penting untuk segala usia, itulah mengapa bahkan lebih
penting saat ini untuk mendorong anak-anak pada usia dini untuk menulis dan
belajar bagaimana mengeja dan mengikuti aturan tata bahasa dan tanda baca.
Tetapi dalam mengajarkan kemampuan menulis pada anak harus mempertimbangkan
karakteristik, kesiapan dan tahapan kemampuan menulis yang dilalui anak.
Menurut Brewer, ada 4 tahapan dalam kemampuan menulis yaitu: (1) scribble
stage, (2) linier repetitive stage, (3) random letter stage, (4) letter name
writing or phonetic writing.[25]
(1) scribble stage
Pada tahapan ini anak membuat tanda-tanda dengan menggunakan alat tulis
tetapi masih sangat berbentuk acak, pada tahapan ini anak mulai belajar
mengenai bahasa tulisan serta cara mengerjakan tuisannya. Tahapan cakar ayam
(scribble stage) dispesifikkan ke dalam dua bagian di antaranya adalah:
a) coret mencoret,
pada tahapan ini anak membuat coretan dengan bentuk sembarang, kadang mengacu
pada tulisan dan terkadang tidak mengacu kepada tulisan. Anak-anak juga belum
bisa memberikan identitas yang pasti pada coretannya, karena coretan anak sulit
dibedakan dengan gambar (writing via drawing), sehingga batasan antara
menggambar dan tulisan tidak begitu jelas karena konsep anak keduanya sama-sama
menyampaikan makna.[26]
b) Coretan terarah,
this scribble indicates increasing control of the writing instrument and
increasing knowledge of letter shapes.[27]
Pada tahapan ini coretan anak sudah mengarah pada bentuk tertentu. Walaupun tulisan anak masih
berbentuk coretan tetapi menandai adanya suatu control perkembangan kemampuan
menulis permulaan anak yang semakin meningkat, bahkan da tulisan anak yang
seolah-olah mencontohkan tulisan orang dewasa (writng via scribb ling). Anak
juga sudah memiliki niat untuk menulis, tetapi belum menguasai fitur garis dari
huruf-huruf, seperti bulatan dan dimaksudkan kedalam bagian kata-kata atau
frase bahkan kalimat.
2) Linier
repetitive stage
Pada
tahapan ini anak mulai membuat tulisan walaupun masih berbentuk pengulangan
linier atau horizontal. Tulisan anak masih berbentuk benang kusut bahkan belum
berbentuk huruf, tulisannya masih berbentuk garis lurus berulang, berbentuk
garis bergelombang dan sering melakukan pengulangan sebagai representasi
tulisan. Garis yang dibuat anak ada yang panjang dan ada yang pendek yang
terkadang disesuaikan dengan referensi dari dalam anak atau pemahaman terhadap
suatu obyek. Bagi anak benda yang kecil memiliki tulisan yang pendek. Anak
melihat adanya hubungan yang konkret antara tulisan dengan suatu benda
3). Random letter stage
Pada tahap ini anak sudah
menggunakan huruf untuk menulis permulaan. Akan tetapi bentuk dari huruf
tersebut masih sering terbalik dan acak penempatannya sehingga hal ini masih
sulit untuk dibaca, sehingga dispesifikkan kedalam dua bagian yaitu:
a). huruf acak total. Dimana
tulisan anak sudah mulai mencontoh bentuk-bentuk huruf. Sistem menulis belum
dikuasai (kiri ke kanan) dan huruf-huruf yang dibuat cenderung bertebaran
(belum dibaca).
b). semi huruf acak. Tulisan anak berupa huruf
atau deretan huruf ( mengacu pada kata, frase atau kalimat), tetapi belum ada
kaitan antara symbol dengan kata atau lafal yang diacu. Pada tahap ini anak
mengajar huruf, tidak sembarang letaknya seperti pada tahap acak total.
4) letter name writing or phonetic writing
Pada tahap ini anak belajar
menghubungkan tulisan dengan ejaannya. Tahap ini disebut juga tahapan menamakan
huruf, sebab anak biasanya memilih huruf yang sejenis dan bunyinya sama dalam
penulisan, huruf fonetik dispesifikkan kedalam dua bagian yaitu:
a)
Satu huruf satu suku. Tulisan anak didasarkan pada
bunyi. Pad tahap ini interferensi frafem dan nama huruf sangat terlihat.
Anak menulis kata berdasarkan nama huruf dan sering gagal mendapatkan pasangan
huruf untuk satu kata. Anak menulis ika dengan IK atau ema dengan Rn, tetapi
anak sudah bisa menulis SD, PR, RT. Pada tahap ini anak sudah hafal beberapa
atau semua nama huruf, yang dipengaruhi oleh latihan menghafal huruf.
b)
Suku terbuka. Tulisan anak didasarkan pada
penggabungan dua huruf menjadi suku kata terbuka. Suku kata tertutup
benar-benar menyulitkan anak. Pada tahap ini sangat mendukung oleh latihan
mengeja suku terbuka. Anak menulis ‘burung’ sebagai ‘buru’, ”robot” sebagai
“robo”. Anak menggunakan strategi meluluhkan ketika gagal menemukan huruf akhir
suku tertutup.
Tulisan anak didasarkan pada korespodensi 1:1 antara
huruf dan fonem yang disebut sistem penguasaan grafofonemis,biasanya
anak kebingungan untuk huruf rangkap seperti (ng) dan (ny. Demikian halnya
dengan penguasaan klaster, anak masih bingung contohnya kata “bunga” ditulis
“buna” atau “buga”, kemudian penulisan kata “yang” dituliskaan “yari” atau
“yag” dan masih banyak lagi.
c. Factor Mempengaruhi Kemampuan Menulis Pemulaan
Faktor yang mempengaruhi suatu keberhasilan menulis
permulaan anak ada tujuh diantaranya adalah:[28]
1) Motorik
Anak yang apabila perkembangan motoriknya belum matang atau mengalami
gangguan akan mengalami kesulitan dalam menulis seperti tulisan yang tidak
jelas, terputus-putus atau tidak mengikuti garis. Kesulitan menulis permulaan
dipengaruhi dengan penstimulasian dalam kemampuan motorik diantaranya adalah:
menggenggam, merobek, merajut, membuat huruf palsu, menjiplak dan lain
sebagainya. Kesulitan menulis permulaan juga sering dipengaruhi dengan cara
anak dalam memegang pensil. Ada enam macam cara anak memegang pensil yang dapat
dijadikan sebagai petunjuk bahwa anak berkesulitan belajar menulis diantaranya
adalah:
Gambar 2.2 Cara anak Memmegang Pensil[29]

2) Perilaku
Perilaku bisa dilihat dari pengamatan dengan memperhatikan kemampuan
anak dalam motorik, memiliki koordinasi mata-tangan yang baik, dan memiliki
kemampuan untuk melihat secara keseluruhan dengan baik, dan kemampuan analisis
yang baik pula. Menurut Marrow, ada delapan cara dalam mengembangkan pemahaman
perilaku anak mengenai tulisan diantaranya adalah: (a) berusaha membaca buku
yang terkenal, (b) melibatkan diri dalam pembacaan cerita ketika cerita itu
dibacakan, (c) menceritakan kembali isi cerita tanpa buku, (d) memasukkan
unsur-unsur cerita pada waktu menceritakan kembali cerita itu (latar, tema,
alur, pemecahan), (e) menemukan pertanyaan literal sesudah membaca, (f)
mengemukakan pertanyaan interpretati yang meramalkan kelanjutan cerita, (g)
mengemukakan pertanyaan kritis yang menganalisis informasi, menarik kesimpulan,
membedakan fakta dan fantasi serta menggunakan informasi dalam bacaan, (h)
menggunakan bahan referensi lain untuk menambah informasi tentang bacaan.[30]
3) Persepsi
Persepsi sangat menemukan cepat atau lambatnya anak dalam menulis
permulaan. Anak yang apabila mengalami gangguan persepsi visual menyebabkan
anak sulit membedakan bentuk-bentuk huruf yang hamper sama seperti d dengan b,
p dengan q, h dengan n, atau m dengan w. jika persepsi auditoris yang terganggu
maka anak akan mengalami kesulitan dalam menulis kata-kata diucapkan oleh guru.
Menurut Whitehurst, dkk. Literacy is of great interest born from a
theoretical and a practical perspective.[31] Pemahaman
persepsi anak mengenai kemampuan baca tulis berasalkan dari suatu minat yang
besar tentunya berlandaskan dari teorikal dan prespektif praktis. Pemahaman
teori literalis untuk anak usia dini disesuaikan dengan masing-masing kemampuan
dan klarifikasi umur anak.
4) Memori
Anak yang mengalami gangguan memori dapat menyebabkan kesulitan anak
untuk dalam mengingat apa yang akan ditulis. Jika gangguan anak dalam ingatan
visual maka anak akan sulit untuk meningat huruf atau kata. Jika gangguan anak
menyangkut memori maka anak akan mengalami kesulitan menulis kata-kata yang
baru saja diucapkan oleh guru. As childs begin to write, children often
invent spellings of words they hear as clues for how to spell. [32] ketika
anak mulai menulis, anak-anak sering mengeja beberapa kata biasanya anak
melakukan hal ini dengan mengucapkan kata yang anak dengar sebagai cara anak
dalam mengeja. Sehingga inilah ada keterkaitan antara mengeja dengan ingatan
memori anak.
5) Kemampuan
melaksanakan cross modal
Kemampuan anak dalam melaksanakan cross modal menyangkut kemampuan
mentransfer dan mengorganisasikan fungsi visual ke motori. Ketidak mampuan
dalam hal ini dapat menyebabkan anak mengalami gangguan koordinasi mata tangan
sehingga tulisan anak menjadi tidak jelas, terputus-putus, atau tidak mengikuti
garis lurus. Kesulitan belajar menulis disebut disgrafia, menunjukkan pada
adanya ketidakmampuan dalam mengingat cara membuat huruf atau symbol-simbol.
Disgrafia sering dilaitkan dan kesulitan belajar membaca atau disleksia, karena
keduanya saling memiliki keterkaitan. Kesulitan belajar menulis yang berat
disebut juga agrafia.
6) Penggunaan
tangan yang dominan
Pada anggota tubuh kita, otak mempunyai dua bagian yaitu otak bagian
kiri dan otak bagian kanan. Otak bagian kiri mengatur pergerakkan dominan dari
bagian kanan tubuh, dan otak bagian kanan
mengatur pergerakkan dominan dari bagian kiri tubuh. Anak yang mengalami
kecenderungan tangan kirinya lebih dominan atau kidal adalah anak yang banyak
menggunakan bagian otak sebelah kanan, sehingga jika anak kidal dipakasa untuk
mengalihkan fungsi tangan kirinya ke tangan kanan, ada kemungkinan kinerja otak
anak tersebut kurang optimal dan tidak sebaik kalau anak tersebut dibiarkan
menggunakan tangan kirinya. Anak yang memiliki kecenderungan dalam menggunakan
tangan kirinya dalam menulis tulisannya juga sering terbalik-balik dan kotor,
sehingga memerlukan latihan menulis yang intensif aagar tulisan anak yang kidal
dapat dibaca. Pembelajaran yang baik adalah bagaimana pembelajaran itu
dirancang untuk mengoptimalkan kedua belahan otak secara seimbang.
7) Kemampuan
memahami instruksi
Ketidakmampuan memahami instruksi dapat menyebabkan anak sering keliru
menulis kata-kata yang sesuai dengan erintah guru. Setelah mengetahui tahapan
menulis permulaan maka stimulus yang harus dilakukan bagi para orang tua atau
pendidik adalah sebagai berikut ini: (a) mendorong anak untuk mengekspresikan
dengan bahasa tulis, member kesempatan seluas-luasnya untuk menuangkan ide
imajinasinya dalam bentuk tertulis, (b) memberikan fasilitas buku-buku atau
komik kepada anak dan mendorong pemanfaatannya melalui pemacaan cerita atau
komik oleh pendidik atau orang tua, (c) melibatkan anak dalam kegiatan “koreksi
bersama” tulisan anak lain atau tulisan sendiri. Berikan alsan yang logis
mengapa sebuah tulisan harus jelas. Perkuat argumentasi dengan memajangkan
tulisan anak-anak ada majalah atau surat kabar anak-anak, (d) melibatkan anak
dalam pembacaan buku, lagu atau sajak bersama. Apabila mungkin membuat jadwal
pembacaan buku bersama secara rutin dan dorong anak terlibat dalam
“dokumentasi” bersama, seperti menulis lagu bersama, membuat sajak bersama dan
membuat cerita bersama.
3. Karakteristik Kemampuan Menulis permulaan
pada anak Usia 5-6 Tahun (Kelompok B)
Anak berusia antara 5-6 tahun sedang berada pada akhir dari bagian awal
masa kanak-kanaknya. Karakteristik khusus bagi anak dalam kelompok usia 5-6
tahun adalah:
v Perkembangan kemampuan fisik
Pada usia ini anak menunjukkan keingintahuan yang besar dan aktif. Dia bisa
mengatur gerakan badannya dengan lebih baik dan lebih luwes. Anak juga bisa
berjalan jinjit mundur dan berjalan mundur dengan tumitnya. Dia juga bisa
berlari dengan cepat, meloncat, berlari dengan satu kaki. Anak pada usia ini sudah bisa mencuci tanganya sendiri tanpa
membasahi bajunya, berpakaian dan mengikat tali sepatunya sendiri. Koordinasi
motorik yang baik berkembang sampai si anak dapat mencontoh segitiga dan belah
ketupat. Mereka mulai dapat menulis beberapa
huruf dan angka dan menuliskan namanya dengan benar. Anak juga dapat menggambar
benda hidup.
v
Penglihatan
Anak usia 5-6 tahun dapat menguasai indera peraba, pendengaran dan
penglihatan hampir sebaik orang dewasa.
v
Perkembangan intelektual
Stenberg (1985) mengungkapkan bahwa ada tiga aspek dalam kecerdasan, yaitu:
-kecerdasan
analitis
-kecerdasan
kreatif
-kecerdasan
praktis
anak usia 5-6
tahun berada pada akhir tahap pra-operasional, tahap saat pemikiran simbolis
sangat mendominasi hidupnya. Pemikiran simbolis membuat dia mampu untuk membuat
susunan kata dan gambar yang menggambarkan suatu objek atau tindakan tertentu
dalam pikiran anak.
v Perkembangan kemampuan
bahasa
Perkembangan bahasa berlangsung dengan cepat dan membantu anak untuk
mengemukakan pikiranya. Kosa kata anak meningkat samapi 8000-14000 kata pada
usia 6 tahun. Kata Tanya (kenapa, siapa, dimana, dan kapan)lebih banyak
digunakan sehingga anak pada usia ini cenderung banyak bertanya.
v Perkembangan kemampuan
sosial
Anak usia 5-6 tahun menunjukkan lebih banyak kemampuan sosial. Hal ini
dapat dilihat dari cara bermain anak yang lebih terarah dan mampu bekerja sama
dalam bermain. Anak senang bermain bersama dan tolong menolong dalam mencapai
keinginan tertentu. Ada kecenderungan tolong menolong ini dalam bermain dan
kegiatan lainya. Anak usia ini lebih siap untuk berpisah beberapa jam dari
orangtuanya dibandingkan dengan anak yang lebih muda dari itu. Anak sudah mampu
berbagi dengan oranglain, mampu bertenggang rasa, sabar menunggu giliranya,dan
mampu menerima tabggung jawab yang ringan.
v Perkembangan Emosional
Emotional intelligence (kecerdasan emosi) adalah suatu tingkst kepandaian
dalam memahami emosi oranglain dan mengatur emosinya sendiri, seperti misalnya
mampu memotivasi diri sendiri dan tahan menghadapi rasa
frustasi, mengontrol gerak hati dan menunda kegembiraan, mengatur untuk tetapa
berpikir,berempati (mampu membayangkan dan merasakan perasaan oranglain) dan
berharap. (Goleman,1995)
Pada anak usia
ini, kosa kata anak yang berhubungan dengan emosi meningkat secara bertahap,
sehingga mereka mengenal lebih banyak variasi ekspresi oranglain. Bersamaan
dengan itu anak juga belajar ekspresi emosi dirinya.
v Perkembangan kepribadian
Selain karena faktor keturunan, lingkungan juga mempengaruhi perkembangan
kepribadian anak. Anak mempelajari berbagai perilaku sosial dari contoh-contoh
yang dilihatnya. Selain itu, pada usia ini anak tidak hanya belajar tingkah
laku tang kelihatan jelas, tapi juga dapat mempelajari gagasan, harapan, dan
nilai-nilai. Anak dapat mempelajari hal-hal apa saja yang boleh dan tidak
boleh.
Penting untuk diperhatikan bahwa setiap anak itu unik, mereka tumbuh menurut
lajunya masing-masing. Dan tidak semua aspek perkembangan tersebut diatas
tumbuh bersamaan atau berurutan sehingga hal yang wajar jika terjadi variasi
dalam perkembangan anak. Agar menjadi perhatian para orangtua atau pendidik
bahwa kegiatan dalam mendidik anak usia dini harus
direncanakan dengan mempertimbangkan karakteristik anak seperti yang telah disebutkan diatas.
Proses
belajar bahasa merupakan pencapaian
intelektual anak yang paling berharga, idealnya orang tua yang merupakan guru
bahasa pertama anak seharusnya dimulai dari masa kanak-kanak awal dengan
memberikan makna lisan dari benda-benda yang ada disekitarnya. Menurut Baraja
perkembangan bahasa anak usia 5-6 tahun adalah masa pemahaman anak semakin mantap, walaupun masih sering bingung
dalam hal menyangkut waktu (konsep waktu belum dipahami dengan jelas). Kosakata
aktif bisa mencapai mencapai dua ribuan, sedangkan kata pasif sudah makin
banyak jumlahnya[33].
Anak mulai belajar mengenal huruf dan kalimat-kalimat yang agak rumit mulai
digunakan. Seperti yang dikemukakan Mackey dalam Baraja menyatakan, menginjak
usia 6 tahun anak tidak kesukaran dalam memahami kalimat yang biasa dipakai
orang dewasa sehari-hari. Mulai belajar menulis dan aktivitas ini dengan
sendirinya menambah perbendaharaan kata anak. mulai membiasakan pola kalimat
yang agak rumit dan pada dasarnya sudah dikuasai sebagai alat komunikasi[34].
Fokus perkembangan anak usia 5-6 tahun ada
pada dunia akademis dan intelektual, untuk periode ini yang menonjol adalah
banyaknya kata-kata, gagasan, konsep-konsep yang merupakan representasi dari
hal-hal yang telah dialami dan disimpan secara mental, baik melalui pengalaman
atau yang diterima secara langsung[35].
Pada usia 2-6 tahun, perkembangan intelektual anak berada pada tahap
praoprasional. Pada tahap ini anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata
dan gambar, anak dapat mengambarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir.
Menurut
Piaget, anak memperoleh suatu pengetahuan melalui proses konstruktif, anak
dapat memahami atau mengintreprestasikan hal baru berdasarkan pengalaman dan
tingkat perkembangan kognitifnya. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar
telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan
proses adaptasi. Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan
informasi yang diterimanya dengan struktur
pengetahuan yang sudah tersimpan sebelumnya di dalam otak. Melalui proses ini
manusia dapat memahami informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang
dimilikinya, sehingga dapat mengasimilasi atau mengakomodasi informasi atau
pengetahuan tersebut. Sedangkan proses adaptasi berisi dua kegiatan. Pertama
mengintegrasikan pengetahuan yang diterima, yang disebut juga asimilasi. Kedua,
mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur pengetahuan
baru, sehingga akan terjadi keseimbagan atau (equilibrium)[36].
Jadi
dalam pembelajaran, termasuk dalam belajar menulis, anak harus aktif dalam mengkonstruks
pengetahuan mereka.
Usia
2-6 tahun merupakan usia yang memiliki keterampilan sempurna dalam
mengendalikan dan menggerakkan motorik halusnya seperti menggerakkan tangannya
atau menggerakkkan dengan menggunakan alat bantu pensil pada umumnya anak-anak
siap menulis dan membaca pada usia 5 hinnga 6 tahun ketika hasil karya mereka lebih
berwujud dan realistik.
Menulis bagi anak usia dini usia 5-6 tahun diartikan
sebagai suatu kegiatan membuat pola atau menuliskan kata-kata, huruf-huruf atau
pun simbol-simbol pada suatu permukaan dengan memotong, mengukur atau menandai
dengan pena Kegunaan menulis bagi para siswa adalah untuk menyalin, mencatat
dan mengerjakan sebagian tugas sekolah. Tanpa memiliki kemampuan untuk menulis, siswa akan
mengalami banyak kesulitan dalam
melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu menulis harus diajarkan pada anak
sejak usia PAUD dan TK, karena akan mempersiapkan kemampuan untuk memasuki usia
sekolah selanjutnya.[37]
[1]
Sumanto.Pengembangan
Kreativitas Seni Rupa Anak TK. (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi), 2005 h. 10
[2]
Hajar
Pamadhi. Ruang Lingkup Seni Rupa Anak. (Jakarta:
Fakultas Kegururan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Terbuka, 2008). h. 53
[3]
Slamet
Suyanto. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.( Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan PendidikanTenaga
Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi). 2005 h, 132
[6]
Sumanto.. Pengembangan
Kreativitas Seni Rupa Anak TK. (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi), 2005 h. 54
[7]
Montolu, Loc. Cit h, 17
[12]
Ibid, h. 132
[13] Mary Renck Jalongo, Early Childhood
Language Arts Fourtyh Edition, (Indana University of Pannsylvania: Person,
200),h.242
[14] Jhon W Santrock, Eduational
Psychology Third Editio, (New York: Mc Graw Hill, 2008), h. 375-376
[15] Jo Ann Brewer, Introduction to
Early Chilhood Education Preeschool Through Primary Grades, (America,
Pearson Education, 2007), h. 345
[16] Jo Ann Brewer, Op. Cit, h. 332
[17]
Mary Renck Jalongo, Early..,
h. 373
[19]
Susan Feez, Montessori and
Early Childhood, (Singapore: Sage, 2010), h. 114
[20]
Stepanie Mulller, Panduan
Belajar Membaca, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 8
[21]
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian
Pembelajaran Bahasa, (Yogyakarta: BPFE, 2014), H. 422
[22]
Janice J. Beaty, Observasi
Perkembangan Anak Usia Dini Edisi Ketujuh Terjemahkan Arif Rakhman,
(Jakarta: Kencana Premadamedia Group, 2013), h. 350
[23]
Lesley Mandel Morrow, Literacy
Development in the Early Years (Helping Children Read and Write), (Rutgers:
The State University, 1993), h. 241
[24]
Lesley Mandel Morrow, Op. Cit,
h. 242
[25]
Jo Ann Brewer, Op.Cit., h. 329
[26]
Ibid, h. 353
[27]
Ibid, h. 329
[28]
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2003), h. 227
[29]
Ibid, h. 229
[30]
Lesley Mandel Morrow, Op.Cit,
h. 234
[31]Jean Berko Gleason, The
Development of Language, (America: Boston University, 2005), 427 Jhon W. Santrok, Op.cit,. h. 376
[32]
Jhon W. Santrok, Op.cit,. h.
376
[33]
MF. Baraja, Pengantar Membaca Pada Tahap Permulaan dan Usaha Memupuk Kecintaan
Membaca, (Jakarta: 1986), h. 36
[34]
MF. Baraja, Kapita Selekta Pengajaran Bahasa, (Malang: IKIP Malang, 1990), h. 31
[35]
Baraja, op. cit., h. 39
[36]
Nancy Lee Cecil dan Philips, Lauritzen, Literacy and The Art for Integrated
Classroom (Toronto: Longman, 1994), h. 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar