Selasa, 14 Februari 2017

PENiNGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MELALUI KEGIATAN FINGER PAINTING PADA ANAK TK KELOMPOK B



KAJIAN TEORITIK
1. Hakikat Finger Painting
a. Pengertian Finger Painting
Finger painting adalah jenis kegiatan membuat gambar yang dilakukan dengan cara menggoreskan adonan warna (bubur warna) secara langsung dengan jari tangan secara bebas di atas bidang gambar, batasan jari di sini adalah semuajari tangan, telapak tangan, sampai pergelangan tangan.[1] Sedangkan menurut Hajar Pamadi, finger painting adalah teknik melukis secara langsung tanpa menggunakan bantuan alat, anak dapat mengganti kuas dengan jari–jari tangannya secara langsung.[2]
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa finger painting adalah kegiatan melukis secara langsung dengan jari tangan di atas bidang gambar dengan cara menggoreskan adonan warna (bubur warna) secara bebas. Dalam melakukan finger painting, anak dapat merasakan sensasi pada jari karena kegiatan ini langsung menggunakan jari-jari tangan. Pada dasarnya kegiatan finger painting sangat mudah dan tidak sulit untuk dilakukan oleh anak usia dini. Di dalam kegiatan finger painting tidak ada aturan baku yang harus dipelajari. Dalam kegiatan finger painting yang penting dilakukan oleh pendidik adalah bagaimana memotivasi dan menumbuhkan keberanian pada diri anak untuk berani menyentuhkan jarinya dengan cat warna. Kegiatan ini juga melatih motorik halus anak khususnya jari-jari anak agar lebih lentur. Melalui berbagai kegiatan kesenian, seperti menggambar, melukis, menggunakan instrumen musik, dan merajut akan melatih kemampuan motorik halus (Slamet Suyanto, 2005a; 132). Oleh karena selain untuk melatih kesenian anak, kegiatan finger painting termasuk dalam kegiatan yang dapat melatih kemampuan motorik halus anak. Anak menggunakan otot-otot jarinya untuk berkreasi sehingga kemampuan motoriknya berkembang. Biasanya untuk melatih anak menulis, terlebih dahulu anak-anak dilatih untuk menggambar. Hal itu secara tidak langsung akan melatih otot-otot halus anak pada tangan dan jari yang sangat berguna sebagai bekal berlatih menulis. Menurut Ki Hadjar Dewantara  menyatakan bahwa anak usia dini belajar paling baik adalah dengan menggunakan indria (alat indranya).[3]
 Dengan kegiatan finger painting dapat melatih anak untuk menggunakan indranya yaitu indra peraba karena kegiatan finger painting ini mengharuskan anak untuk bersentuhan langsung dengan cat pewarna untuk bahan melukis dengan menggunakan jari-jari mereka. Aktivitas mereka bersentuhan langsung dengan cat dapat melatih anak untuk menggunakan indra perabanya. Kegiatan ini juga dapat membantu anak untuk mengenal warna dan pencampuran warna karena di dalam kegiatan finger painting ini anak dapat bebas memilih dan mencampur cat warna yang akan dipakai untuk kegiatan melukisnya.
b. Bahan dan Peralatan Finger Painting
Berikut ini merupakan bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan finger painting
Ø  Bahan Finger Painting
Bahan yang dapat digunakan untuk membuat cat pada kegiatan finger painting adalah sebagai berikut:
1) Cat untuk finger painting,
2) Tepung sagu (kanji),
3) Pewarna kue yang berwarna tajam,
4) Sabun cair, dan
5) Minyak sayur.
Cara membuat cat finger painting adalah sebagai berikut : [4]
a) Cat dari tepung sagu
Tepung sagu dicairkan lalu masukkan 1 sendok teh sabun cair, minyak sayur dan pewarna secukupnya. Aduk di dalam panci hingga merata lalu masak di atas kompor sambil terus diaduk-aduk. Usahakan tepung sagu jangan terlalu masak karena hasilnya akan kurang bagus.
b) Cat dari serpihan sabun
            Kocok serpihan sabun hingga menyerupai adonan busa kue. Tambahkan sedikit cat sebagai pewarna. Jika tidak memungkinkan untuk membuat cat, guru dapat menggunakan cat warna finger painting. Cat untuk kegiatan finger painting harus aman bagi anak karena cat tersebut akan langsung bersentuhan dengan jari-jari anak. Oleh karena itu pendidik harus teliti dan selektif jika memilih cat. pendidik biasanya membuat cat sendiri dengan menggunakan tepung sagu yang dimasak dan diberi pewarna makanan.
Ø   Peralatan Finger Painting
Peralatan yang digunakan untuk kegiatan finger painting yaitu ;[5]
1) Pewarna untuk melukis dengan tangan,
2) Kertas manila atau kertas khusus untuk menggambar dengan tangan,
3) Kain lap, dan
4) Mangkuk-mangkuk kecil sebagai tempat cat.
c. Langkah Kerja Finger Painting
Langkah-langkah finger painting yaitu;[6]
a. Siapkan kertas gambar, bubur warna (adonan warna) dan alas kerja.
b. Goreskan adonan warna tersebut dengan jari secara langsung sehingga menghasilkan jejak jari tangan dengan bebas sampai membentuk kesan goresan jari di bidang gambar.
Sebelum memulai kegiatan finger painting, terlebih dahulu berikan penjelasan kepada anak tentang kegiatan yang akan dilakukan dan jelaskan satu persatu nama alat dan bahan atau media yang digunakan dalam kegiatan finger painting. Kemudian instruksikan anak untuk mencelupkan jari-jemarinya ke dalam cat dengan berbagai warna dan melukiskannnya dengan gerakan-gerakan ke kertas yang telah disediakan. Dalam kegiatan finger painting yang dilakukan, kertas terlebih dahulu diberi pola satu lingkaran besar sebagai batasan anak untuk menuangkan cat di atas kertas. Anak diminta untuk memberikan warna di dalam pola lingkaran tersebut secara penuh. Anak diharapkan dapat memberi warna secara rapi dan tidak keluar dari garis. Amati gerakan jari anak saat memberikan warna di atas bidang gambar. Setelah kegiatan berakhir mintalah anak untuk membersihkan tangan dan mengeringkannya dengan kain lap. Jadi bahan dan alat yang dapat digunakan untuk kegiatan finger painting adalah cat untuk finger painting, kertas sebagai sebagai bidang gambar yang sudah diberi pola terlebih dahulu, mangkuk-mangkuk kecil sebagai tempat cat, dan kain lap untuk membersihkan tangan anak.




d. Tujuan dan Manfaat Finger Painting
Setiap kegiatan pasti memiliki tujuan yang akan dicapai oleh anak yang melakukan kegiatan tersebut. Selain tujuan yang dapat dicapai suatu kegiatan juga dapat bermanfaat bagi anak yang melakukan kegiatan tersebut. Finger painting memiliki banyak tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh atau dirasakan oleh anak usia dini. Tujuan akan tercapai apabila terjadi interaksi antara pendidik dengan peserta didik sehingga ada proses timbal baliknya.
Berikut ini merupakan tujuan kegiatan finger painting[7] yaitu dapat mengembangkan ekspresi melalui media lukis dengan gerakan tangan, mengembangkan fantasi, imajinasi, dan kreasi, melatih otot-otot tangan/jari, koordinasi otot dan mata, melatih kecakapan mengombinasikan warna, memupuk perasaan terhadap gerakan tangan dan memupuk keindahan. Secara khusus tujuan finger painting adalah melatih keterampilan tangan, kelentukan, kerapian, dan keindahan. Sejalan dengan pendapat Sumanto (2005:132) bahwa kegiatan finger painting dapat membantu anak untuk melatih gerakan tubuh.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, lentuk adalah berkeluk atau mudah dibengkok-bengkokkan (tidak kaku). Sedangkan kerapian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah baik, teratur, dan bersih; apik. Hal yang diamati peneliti adalah kerapian hasil finger painting anak. Dalam hal ini peneliti mengamati kelentukan jari anak dalam proses finger painting. Di dalam kegiatan finger painting yang dilakukan, anak diminta membuat goresan di dalam pola lingkaran pada kertas yang telah disediakan. Untuk dapat memenuhi pola lingkaran dengan cat dibutuhkan kelentukan jari agar hasil finger painting anak dapat rapi. Sedangkan kerapian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah baik, teratur, dan bersih; apik.

e. Jenis Aktivitas Finger Painting
Jenis–jenis aktivitas finger painting menurut Brandt (dalam Lifya: 2012) adalah :
a. Gelombang, goyangan, dan cetakan
Buat gerakan, gelombang, goyangan jari dan jempol, serta beberapa tanda lainnya dengan menggunakan bagian-bagian tangan yang lainnya.
Gambar 1.1 Gambar Finger Painting Bentuk Gelombang dan Goyangan[8]
b. Desain simetris
Lukis pada setengah kertas kemudian lipat kertas tersebut dengan tangan, buka kertas tersebut kembali, dan akan menimbulkan ciplakan yang mirip dengan lukisan yang telah digambar pada kertas sebelumnya.
c. Tangan disekeliling dunia
Oleskan warna yang berbeda di setiap ujung jari. Tekankan tangan tersebut kesebuah kertas dan jangan pindahkan telapak tangan tersebut sampai terlihat seperti lingkaran bumi yang biru dan hujan dengan multi warna yang berbeda disekitarnya.
d. Topi pesta yang kerucut
Lukis jari dengan cat warna, tempelkan jari pada sebuah kertas yang membentuk gambar kerucut, hias gambar tersebut dengan titik yang menggunakan ujung jari yang telah diberi warna. Lakukan hal tersebut secara terus menerus sampai membentuk kerucut es krim.
e. Lukisan titik-titik
Buat lukisan yang tersusun penuh titik-titik. Gunakan berbagai warrna yang berbeda satu dengan yang lainnya guna menghasilkan lukisan yang menarik.
Gambar 1.2. Gambar tersusun penuh titik-titik
f. Binatang
Anak dapat membuat lukisan binatang dengan jari. Contohnya gambar badan burung merak atau bebek. Gunakan ujung jari untuk melukis bulu burung tersebut disekitar badannya.
Gambar 1.3: melukis bulu burung dengan ujung jari
Jenis-jenis kegiatan finger painting di atas adalah jenis kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan finger painting. Dari beberapa jenis kegiatan finger painting di atas, guru dapat memilih salah satu kegiatan yang ingin dilakukan di sekolah. Guru dapat memilih kegiatan sesuai dengan kebutuhan. Akan lebih baik jika dalam pembelajaran finger painting guru memilih kegiatan yang berbeda di setiap pertemuan, hal ini untuk menghindari rasa bosan anak terhadap kegiatan finger painting. Dalam kegiatan ini anak belajar mengembangkan ekspresi melalui media lukis dengan gerakan tangan dan melatih kecakapan anak untuk mengkombinasikan warna. [9] Ekspresi anak melalui media lukis tersebut dapat terlihat pada hasil finger painting anak. Dalam kegiatan ini anak bebas untuk mengekspresikan diri untuk melukis sesuai keinginan anak. Selain itu anak bebas untuk memilih warna apa yang akan ia gunakan untuk melukis. Hal ini memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan fantasi, imajinasi dan kreasi. Kemampuan mewarna yang dimiliki anak usia dini akan menumbuhkan rasa estetika yang semakin baik. Menurut Harun Rasyid aktivitas seperti ini dapat dibiasakan dalam kegiatan lomba mewarna dan melukis. Kegiatan lomba ini sekaligus akan membentuk, membiasakan, serta memupuk kemampuan anak dalam mewarna.[10]
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan finger painting dapat bermanfaat sebagai kegiatan yang dapat melatih motorik halus anak yang melibatkan otot-otot tangan/jari, koordinasi otot dan mata, memupuk perasaan terhadap gerakan tangan, serta dapat mengembangkan ekspresi melalui media lukis dengan gerakan tangan. Hal tersebut dikuatkan oleh pendapat Slamet Suyanto (2005b: 142) yang menyatakan bahwa kegiatan yang dapat dilakukan untuk melatih kemampuan menulis permulaan anak dalam bidang seni antara lain adalah kegiatan finger painting. Dalam hal memupuk perasaan terhadap gerakan tangan dapat dilihat saat anak berusaha memberikan warna terhadap pola pada kertas tanpa keluar dari garis. Hal ini membutuhkan kehati-hatian agar hasil karya anak terlihat rapi. Kelentukan jari sangat berperan peting dalam hal ini untuk menghasilkan karya yang rapi. Oleh karena itu, kelentukan dan kerapian menjadi hal penting untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan motorik halus anak pada kegiatan finger painting. Maka, kegiatan ini dapat membantu mengembangkan kemampuan menulis permulaan anak usia dini dan kegiatan ini dapat menjadi salah satu kegiatan yang dapat dipilih oleh pendidik untuk membantu mengembangkan kemampuan menulis permulaan anak.
 Dengan kemampuan menulis permulaan yang baik maka kemampuan keterampilan bantu diri seperti berpakaian dan merawat diri akan semakin baik. Kegiatan finger painting ini dapat membantu anak untuk melatih gerakan tubuh. Menurut Slamet Suyanto kemampuan mengontrol gerakan tubuh sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan. Makan, minum, berlari, mengendarai sepeda, dan menyetir mobil memerlukan koordinasi berbagai anggota tubuh. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan finger painting termasuk dalam kegiatan yang dapat melatih kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh khususnya jari jemari. [11]
Menurut teori Experential learning dari Roger belajar melalui dua tahap yaitu tahap kognitif dan tahap  pengalaman. Tahap kognitif bersifat pengetahuan akademik sedangkan tahap pengalaman ialah tahap bagaimana menggunakan pengetahuan tersebut untuk kepentingannya. Melalui kegiatan finger painting ini diharapkan anak akan belajar tahap kognitif melalui pengetahuan dalam melakukan kegiatan finger painting dalam pembelajaran yang dilakukan di sekolah seperti belajar menggerakkan jari jemari dengan menggunakan cat untuk menghasilkan lukisan yang diinginkan, belajar mengenai warna-warna yang digunakan dalam kegiatan finger painting, serta belajar mengendalikan jari jemari untuk menggambar. Selain itu anak juga diharapkan dapat belajar mengenai fungsi serta manfaat kegiatan yang telah dilakukan saat finger painting seperti menggerakkan jari-jarinya saat melukis. Anak diharapkan dapat menggunakan serta mengkoordinasikan jari-jarinya untuk kegiatan lain misalnya memakai sepatu, mengancingkan baju, menulis, serta aktivitas bantu diri lainnya.[12]
2.      Kemampuan Menulis Permulaan
a.      Pengertian
Menulis adalah suatu keterampilan yang dapat dipelajari aspek kemampuan lainnnya dikuasai. Salah satunya adalah aspek koordinasi motorik halus dan adanya kemampuan persepsi visiual. Pengertian kemampuan menulis diutarakan menurut Levin dan Bus, bahwasanya Preschool children tend to rely on drawings or drawinglike devices if they are unable to communicate by writing. [13] kemampuan menulis untuk anak usia 5-6 tahun ditandai dengan adanya kesenangan terhadap suatu gambar bahkan menggunakan gambar tersebut sebagai alat khusus bila anak belum bisa berkomunikasi melalui tulisan. Sering dijumpai anak menggunakan gambar tersebut sebagai alat khusus bila anak belum bisa berkomunikasi melalui tulisan. Sering dijumpai anak menggunakan gambar untuk menyampaikan cerita yang ada di pikirannya dan mengungkapkan diri mereka lewat bentuk gambar apa saja.
Istilah menulis permulaan disebut printing skills yang diartikan Temple dan Others yaitu :
Printing skills emerges out of their early scribbles, can reproduce letters and copy several short word, distinguish between the distinctive characteristics of letters, such as whether the lines are curved or straight, open or closed, and so on.[14]
Kemampuan menulis permulaan muncul ketika anak dapat membuat coretan, menulis huruf dan menyalin beberapa kata, cara memahami perbedaan karakteristik huruf seperti membedakan garis sautu huruf apakah harus lurus atau tidak, terbuka atau tertutup dan seterusnya. Anak mulai tertarik membuat dan memahami huruf dari apa yang mereka lihat di lingkungan sekitar.
Menurut Brewer, menulis permulaan juga diartikan sebagai :
Children learn to write (compose) in a process that is observable and predictable, although there are individual variations in any learning. The development of early writing moves through observable stages: scribbling, linear repetitive writing random letter writing, letter name or phonetic writing, transitional spelling and conventional spelling.[15]
Proses perkembangan kemampuan menulis dapat diamati dan dapat diprediksikan, walaupun setiap individu memiliki gaya belajar yang berbeda ketika belajar. Tahapan perkembangan kemampuan menulis permulaan diantaranya: tulisan yang tidak beraturan (coret mencoret), penulisan berulang berbentuk garis lurus, menulis beberapa huruf namun masih bersifat acak, menulis nama atau penulisan yang berkenaan penulisan fonetik, ejaan transisi, dan ejaan konvensional.
Pengertian menulis permulaan juga diutarakan menurut Owens yaitu :
writing development is really the development of many interdependent processes. The mechanics of forming letters, learning to spell develops first, with text generation and executive function developing much later.[16]
Perkembangan kemampuan meulis merupakan suatu protes perkembangan yang saling memiliki ketergantungan. Kemampuan dalam membuat beberapa bentuk tulisan, cara pengucapan huruf, meniru beberapa contoh dari bahan bacaan, serta melaksanakan fungsi perkembangan dalam setiap tulisan.
Sejalan dengan pendapat di atas, Brewer menyatakan early phonetic writing bagin to make the connection between letters and sound. Used dots to mark the spaces between words, wich is a common feature in beginning writing.[17] Kemampuan menulis permulaan merupakan bagian dari keterhubungan antara tulisan dan cara pengucapannya. Menulis permulaan biasanya menggunakan titik untuk menandakan jarak antara beberapa kata yang secara umum biasanya digunakan sebagai tanda dalam menulis. Menulis permulaan terkadang untuk anak yang baru belajar merupakan sesuatu hal yang sulit tetapi bila ini distimulus dan dilatih maka menulis merupakan sesuatu hal yang sangat mudah dan bahkan menjadi hal yang menyenangkan.
Menurut Jalongo, ada dua perkembangan dalam menulis permulaan yaitu prealphabetic dan alphabetic writing yang dijelaskan sebagai berikut:
1)      Phrealphabetic meaning that no real letters are recognizable. Emerging concepts prealphabetic are random scribbling, controlled scribbling, naming of scribbling.
2)      Alphabetic writing and representational drawing, early representational drawing, mock letters, and letters, preschematic drawing and semiconventional alphabetic writing, schematic drawing and conventional writing.[18]
Pada prealphabetic tidak ada huruf yang bisa dikenali. Konsep prealphabetic terdiri dari munculnya coretan yang acak, coretan anak yang sudah mulai terkontrol, pemberian nama terhadap coretan. Penulisan alphabet dan mewakili gambar, mewakili permulaan gambar, tulisan yang ditirukan dan ditulis kembali, gambar sebelum skematis dan menulis alphabet yang belum sebenarnya, menggambar skematis dan menulis konvensional. Meurut Owens, juga mendefinisikan kemampuan menulis permulaan:
Early writing children expend a great deal of cognitive energy on the mechanics, such as forming letters. Over time, spelling, like reading becomes more accurate and automati.
Menulis pernulaan pada anak merupakan proses yang menggunakan kemampuan kognitif, seperti membentuk susunan bentuk huruf. Seiring berjalannya waktu, proses mengeja, aktivitas membaca akan menjadi lebih tepat dan bisa dilakukan secara sendiri.
Montessori menyatakan, once children know the sounds and letter shapes of enough vowels and consonants, they are ready to write.[19] Apabila anak telah mengetahui suara dan bentuk vocal dan konsonan yang cukup, anak siap untuk menulis. Masa awal anak belajar menulis adalah membuat kata atau kalimat dengan tulisan cakar ayam atau tidak beraturan. Pada dasarnya tulisan di sekitar merupakan alat pengembangan kemampuan membaca dan menulis. Manfaat tulisan di sekitar kita dalam menggunakan bahasa dan menekankan hubungan  tulisan-tulisan tersebut dengan abjad, kata dan pesan.[20] Interaksi dengan orang dewasa sangat penting untuk memaksimalkan manfaat tulisan di sekitar kita sebagai alat pengembangan kemampuan membaca dan menulis. Interaksi ini dapat dimulai dengan penggunaan petunjuk-petunjuk kontekstual secara bertahap (gambar, tokoh kartun, foto, symbol pada kemasan dan buku cerita)
Kemampuan menulis merupakan suatu bentuk kompetensi berbahasa paling akhir dikuasai pembelajar bahasa setelah kompetensi mendengarkan, berbicara dan membaca.[21] Jika dalam kegiatan berbicara harus menguasai lambang-lambang bunyi, kegiatan menulis mengehndaki untuk menguasai lambang atau simbol-simbol visual dan aturan tata tulis. Walaupun menulis merupakan kompetensi berbahasa paling akhir, tetapi konsep mengajarkan kemampuan menulis pada siswa harus berbentuk kegiatan bermain seperti mencoret-coret dengan krayon, tongkat, pensil dan lain sebagainya. Walaupun berbentuk bermain tidak lupa memasukkan unsur-unsur mengajarkan huruf menjadi kata dan menyusun kata menjadi kalimat walaupun masih dalam tahapan sederhana.
Berdasarkan dari beberapa landasan teori dapat disimpulkan bahwasanya kemampuan menulis permulaan adalah kesanggupan seorang siswa dalam aspek (1) membuat coretan, (2) memahami karakteristik huruf, (3) membuat beberapa bentuk tulisan.


b. Tahapan Kemampuan Menulis Permulaan
Suatu penelitian yang dilakukan Roskos, Chritie dan Ricggles yang dilakukan pada tahun 2003 diperoleh informasi bahwasanya kemampuan membaca dan menulis sudah sangat jelas berkembang secara alami, anak memahami tentang duia memulai eksplorasi bermain, serta pengaruh internal kemampuan otak dalam menangkap informasi dan membentuk suatu konsep dalam menggunakan kemampuan literasi pada setiap masing-masing anak.[22] Perkembangan menulis permulaan anak sudah bisa diramalkan dan sudah bisa di ketahui tahapan-tahapan perkembangan kemampuan menulis permulaan pada anak.
Morrow membagi kemampuan menulis anak menjadi 6 tahapan sebagai berikut :
1)      Writing via drawing
2)      Writing via scribbling
3)      Writing via making letter-like forms
4)      Writing via reproducing well-learned units or letter strings
5)      Writing via inverted spelling
6)      Writing via conventional spelling.[23]
Tahapan kemampuan menulis di atas merupakan gambaran kemampuan menulis anak yang berawal dari tahapan yang sederhana sampai tahapan yang lebih tinggi. Munculnya kemampuan menulis ditandai dengan adanya ketertarikan anak pada kegiatan menulis yang bermula dari mencoret, mencoba menulis huruf, menulis namanya sendiri dan meniru kata atau tulisan.
1)      Writing via drawing. anak akan menggunakan gambar dalam kegiatan menulis. Pada tahap ini anak masih menganggap bahwa coretan dan  gambar adalah sesuatu hal yang bisa dibaca dan terkadang anak berpura-pura membaca coretan, bahkan menyuruh orang lain membaca tulisannya.
2)      Writing via scribbling, yaitu menulis dengan cara menggores. Anak serig kali mencoret dari arah kiri ke kanan seakan mencontoh tulisan orang dewasa
3)      Writing via making letter-like forms, yaitu menulis dengan cara membuat bentuk seperti huruf. Anak tidak hanya membuat goresan, tetapi sudah melibatkan unsur kreasinya.
4)      Writing via reproducing well-learned units or letter strings, yaitu menulis dengan cara menghasilkan huruf-huruf atau unit yang sudah baik. Anak menulis huruf-huruf dengan mencontoh misalnya mencoba namanya.
5)      Writing via inverted spelling, yaitu menulis dengan mencoba mengeja satu persatu. Tahap ini anak mencoba mengeja dengan cara trial and eror.
6)      Writing via conventional spelling, yaitu menulis dengan cara mengeja langsung. Tahap ini anak telah dapat mengeja secara baik dari segi susunan maupun ejaan.
Gambar 2.1 Tahapan Kemampuan Menulis [24]

Mampu menulis dan menulis dengan baik merupakan kemampuan yang sangat penting untuk segala usia, itulah mengapa bahkan lebih penting saat ini untuk mendorong anak-anak pada usia dini untuk menulis dan belajar bagaimana mengeja dan mengikuti aturan tata bahasa dan tanda baca. Tetapi dalam mengajarkan kemampuan menulis pada anak harus mempertimbangkan karakteristik, kesiapan dan tahapan kemampuan menulis yang dilalui anak. Menurut Brewer, ada 4 tahapan dalam kemampuan menulis yaitu: (1) scribble stage, (2) linier repetitive stage, (3) random letter stage, (4) letter name writing or phonetic writing.[25]
(1)     scribble stage
Pada tahapan ini anak membuat tanda-tanda dengan menggunakan alat tulis tetapi masih sangat berbentuk acak, pada tahapan ini anak mulai belajar mengenai bahasa tulisan serta cara mengerjakan tuisannya. Tahapan cakar ayam (scribble stage) dispesifikkan ke dalam dua bagian di antaranya adalah:
a)    coret mencoret, pada tahapan ini anak membuat coretan dengan bentuk sembarang, kadang mengacu pada tulisan dan terkadang tidak mengacu kepada tulisan. Anak-anak juga belum bisa memberikan identitas yang pasti pada coretannya, karena coretan anak sulit dibedakan dengan gambar (writing via drawing), sehingga batasan antara menggambar dan tulisan tidak begitu jelas karena konsep anak keduanya sama-sama menyampaikan makna.[26]
b)   Coretan terarah, this scribble indicates increasing control of the writing instrument and increasing knowledge of letter shapes.[27] Pada tahapan ini coretan anak sudah mengarah pada bentuk  tertentu. Walaupun tulisan anak masih berbentuk coretan tetapi menandai adanya suatu control perkembangan kemampuan menulis permulaan anak yang semakin meningkat, bahkan da tulisan anak yang seolah-olah mencontohkan tulisan orang dewasa (writng via scribb ling). Anak juga sudah memiliki niat untuk menulis, tetapi belum menguasai fitur garis dari huruf-huruf, seperti bulatan dan dimaksudkan kedalam bagian kata-kata atau frase bahkan kalimat.
2)   Linier repetitive stage
Pada tahapan ini anak mulai membuat tulisan walaupun masih berbentuk pengulangan linier atau horizontal. Tulisan anak masih berbentuk benang kusut bahkan belum berbentuk huruf, tulisannya masih berbentuk garis lurus berulang, berbentuk garis bergelombang dan sering melakukan pengulangan sebagai representasi tulisan. Garis yang dibuat anak ada yang panjang dan ada yang pendek yang terkadang disesuaikan dengan referensi dari dalam anak atau pemahaman terhadap suatu obyek. Bagi anak benda yang kecil memiliki tulisan yang pendek. Anak melihat adanya hubungan yang konkret antara tulisan dengan suatu benda
3). Random letter stage
Pada tahap ini anak sudah menggunakan huruf untuk menulis permulaan. Akan tetapi bentuk dari huruf tersebut masih sering terbalik dan acak penempatannya sehingga hal ini masih sulit untuk dibaca, sehingga dispesifikkan kedalam dua bagian yaitu:
a). huruf acak total. Dimana tulisan anak sudah mulai mencontoh bentuk-bentuk huruf. Sistem menulis belum dikuasai (kiri ke kanan) dan huruf-huruf yang dibuat cenderung bertebaran (belum dibaca).
 b). semi huruf acak. Tulisan anak berupa huruf atau deretan huruf ( mengacu pada kata, frase atau kalimat), tetapi belum ada kaitan antara symbol dengan kata atau lafal yang diacu. Pada tahap ini anak mengajar huruf, tidak sembarang letaknya seperti pada tahap acak total.
4) letter name writing or phonetic writing
Pada tahap ini anak belajar menghubungkan tulisan dengan ejaannya. Tahap ini disebut juga tahapan menamakan huruf, sebab anak biasanya memilih huruf yang sejenis dan bunyinya sama dalam penulisan, huruf fonetik dispesifikkan kedalam dua bagian yaitu:
a)         Satu huruf satu suku. Tulisan anak didasarkan pada bunyi. Pad tahap ini interferensi frafem dan nama huruf sangat terlihat. Anak menulis kata berdasarkan nama huruf dan sering gagal mendapatkan pasangan huruf untuk satu kata. Anak menulis ika dengan IK atau ema dengan Rn, tetapi anak sudah bisa menulis SD, PR, RT. Pada tahap ini anak sudah hafal beberapa atau semua nama huruf, yang dipengaruhi oleh latihan menghafal huruf.
b)        Suku terbuka. Tulisan anak didasarkan pada penggabungan dua huruf menjadi suku kata terbuka. Suku kata tertutup benar-benar menyulitkan anak. Pada tahap ini sangat mendukung oleh latihan mengeja suku terbuka. Anak menulis ‘burung’ sebagai ‘buru’, ”robot” sebagai “robo”. Anak menggunakan strategi meluluhkan ketika gagal menemukan huruf akhir suku tertutup.
Tulisan anak didasarkan pada korespodensi 1:1 antara huruf dan fonem yang disebut sistem penguasaan grafofonemis,biasanya anak kebingungan untuk huruf rangkap seperti (ng) dan (ny. Demikian halnya dengan penguasaan klaster, anak masih bingung contohnya kata “bunga” ditulis “buna” atau “buga”, kemudian penulisan kata “yang” dituliskaan “yari” atau “yag” dan masih banyak lagi.
c. Factor Mempengaruhi Kemampuan Menulis Pemulaan
Faktor yang mempengaruhi suatu keberhasilan menulis permulaan anak ada tujuh diantaranya adalah:[28]
1)   Motorik
Anak yang apabila perkembangan motoriknya belum matang atau mengalami gangguan akan mengalami kesulitan dalam menulis seperti tulisan yang tidak jelas, terputus-putus atau tidak mengikuti garis. Kesulitan menulis permulaan dipengaruhi dengan penstimulasian dalam kemampuan motorik diantaranya adalah: menggenggam, merobek, merajut, membuat huruf palsu, menjiplak dan lain sebagainya. Kesulitan menulis permulaan juga sering dipengaruhi dengan cara anak dalam memegang pensil. Ada enam macam cara anak memegang pensil yang dapat dijadikan sebagai petunjuk bahwa anak berkesulitan belajar menulis diantaranya adalah:
Gambar 2.2 Cara anak Memmegang Pensil[29]


2)   Perilaku
Perilaku bisa dilihat dari pengamatan dengan memperhatikan kemampuan anak dalam motorik, memiliki koordinasi mata-tangan yang baik, dan memiliki kemampuan untuk melihat secara keseluruhan dengan baik, dan kemampuan analisis yang baik pula. Menurut Marrow, ada delapan cara dalam mengembangkan pemahaman perilaku anak mengenai tulisan diantaranya adalah: (a) berusaha membaca buku yang terkenal, (b) melibatkan diri dalam pembacaan cerita ketika cerita itu dibacakan, (c) menceritakan kembali isi cerita tanpa buku, (d) memasukkan unsur-unsur cerita pada waktu menceritakan kembali cerita itu (latar, tema, alur, pemecahan), (e) menemukan pertanyaan literal sesudah membaca, (f) mengemukakan pertanyaan interpretati yang meramalkan kelanjutan cerita, (g) mengemukakan pertanyaan kritis yang menganalisis informasi, menarik kesimpulan, membedakan fakta dan fantasi serta menggunakan informasi dalam bacaan, (h) menggunakan bahan referensi lain untuk menambah informasi tentang bacaan.[30]
3)   Persepsi
Persepsi sangat menemukan cepat atau lambatnya anak dalam menulis permulaan. Anak yang apabila mengalami gangguan persepsi visual menyebabkan anak sulit membedakan bentuk-bentuk huruf yang hamper sama seperti d dengan b, p dengan q, h dengan n, atau m dengan w. jika persepsi auditoris yang terganggu maka anak akan mengalami kesulitan dalam menulis kata-kata diucapkan oleh guru. Menurut Whitehurst, dkk. Literacy is of great interest born from a theoretical and a practical perspective.[31] Pemahaman persepsi anak mengenai kemampuan baca tulis berasalkan dari suatu minat yang besar tentunya berlandaskan dari teorikal dan prespektif praktis. Pemahaman teori literalis untuk anak usia dini disesuaikan dengan masing-masing kemampuan dan klarifikasi umur anak.
4)   Memori
Anak yang mengalami gangguan memori dapat menyebabkan kesulitan anak untuk dalam mengingat apa yang akan ditulis. Jika gangguan anak dalam ingatan visual maka anak akan sulit untuk meningat huruf atau kata. Jika gangguan anak menyangkut memori maka anak akan mengalami kesulitan menulis kata-kata yang baru saja diucapkan oleh guru. As childs begin to write, children often invent spellings of words they hear as clues for how to spell. [32] ketika anak mulai menulis, anak-anak sering mengeja beberapa kata biasanya anak melakukan hal ini dengan mengucapkan kata yang anak dengar sebagai cara anak dalam mengeja. Sehingga inilah ada keterkaitan antara mengeja dengan ingatan memori anak.

5)   Kemampuan melaksanakan cross modal
Kemampuan anak dalam melaksanakan cross modal menyangkut kemampuan mentransfer dan mengorganisasikan fungsi visual ke motori. Ketidak mampuan dalam hal ini dapat menyebabkan anak mengalami gangguan koordinasi mata tangan sehingga tulisan anak menjadi tidak jelas, terputus-putus, atau tidak mengikuti garis lurus. Kesulitan belajar menulis disebut disgrafia, menunjukkan pada adanya ketidakmampuan dalam mengingat cara membuat huruf atau symbol-simbol. Disgrafia sering dilaitkan dan kesulitan belajar membaca atau disleksia, karena keduanya saling memiliki keterkaitan. Kesulitan belajar menulis yang berat disebut juga agrafia.
6)   Penggunaan tangan yang dominan
Pada anggota tubuh kita, otak mempunyai dua bagian yaitu otak bagian kiri dan otak bagian kanan. Otak bagian kiri mengatur pergerakkan dominan dari bagian kanan tubuh, dan otak bagian kanan  mengatur pergerakkan dominan dari bagian kiri tubuh. Anak yang mengalami kecenderungan tangan kirinya lebih dominan atau kidal adalah anak yang banyak menggunakan bagian otak sebelah kanan, sehingga jika anak kidal dipakasa untuk mengalihkan fungsi tangan kirinya ke tangan kanan, ada kemungkinan kinerja otak anak tersebut kurang optimal dan tidak sebaik kalau anak tersebut dibiarkan menggunakan tangan kirinya. Anak yang memiliki kecenderungan dalam menggunakan tangan kirinya dalam menulis tulisannya juga sering terbalik-balik dan kotor, sehingga memerlukan latihan menulis yang intensif aagar tulisan anak yang kidal dapat dibaca. Pembelajaran yang baik adalah bagaimana pembelajaran itu dirancang untuk mengoptimalkan kedua belahan otak secara seimbang.
7)   Kemampuan memahami instruksi
Ketidakmampuan memahami instruksi dapat menyebabkan anak sering keliru menulis kata-kata yang sesuai dengan erintah guru. Setelah mengetahui tahapan menulis permulaan maka stimulus yang harus dilakukan bagi para orang tua atau pendidik adalah sebagai berikut ini: (a) mendorong anak untuk mengekspresikan dengan bahasa tulis, member kesempatan seluas-luasnya untuk menuangkan ide imajinasinya dalam bentuk tertulis, (b) memberikan fasilitas buku-buku atau komik kepada anak dan mendorong pemanfaatannya melalui pemacaan cerita atau komik oleh pendidik atau orang tua, (c) melibatkan anak dalam kegiatan “koreksi bersama” tulisan anak lain atau tulisan sendiri. Berikan alsan yang logis mengapa sebuah tulisan harus jelas. Perkuat argumentasi dengan memajangkan tulisan anak-anak ada majalah atau surat kabar anak-anak, (d) melibatkan anak dalam pembacaan buku, lagu atau sajak bersama. Apabila mungkin membuat jadwal pembacaan buku bersama secara rutin dan dorong anak terlibat dalam “dokumentasi” bersama, seperti menulis lagu bersama, membuat sajak bersama dan membuat cerita bersama.

3. Karakteristik Kemampuan Menulis permulaan pada anak Usia 5-6 Tahun (Kelompok B)
Anak berusia antara 5-6 tahun sedang berada pada akhir dari bagian awal masa kanak-kanaknya. Karakteristik khusus bagi anak dalam kelompok usia 5-6 tahun adalah:
v  Perkembangan kemampuan fisik
Pada usia ini anak menunjukkan keingintahuan yang besar dan aktif. Dia bisa mengatur gerakan badannya dengan lebih baik dan lebih luwes. Anak juga bisa berjalan jinjit mundur dan berjalan mundur dengan tumitnya. Dia juga bisa berlari dengan cepat, meloncat, berlari dengan satu kaki. Anak pada usia ini sudah bisa mencuci tanganya sendiri tanpa membasahi bajunya, berpakaian dan mengikat tali sepatunya sendiri. Koordinasi motorik yang baik berkembang sampai si anak dapat mencontoh segitiga dan belah ketupat. Mereka mulai dapat menulis beberapa huruf dan angka dan menuliskan namanya dengan benar. Anak juga dapat menggambar benda hidup.
v  Penglihatan
Anak usia 5-6 tahun dapat menguasai indera peraba, pendengaran dan penglihatan hampir sebaik orang dewasa.
v  Perkembangan intelektual
Stenberg (1985) mengungkapkan bahwa ada tiga aspek dalam kecerdasan, yaitu:
-kecerdasan analitis
-kecerdasan kreatif
-kecerdasan praktis
anak usia 5-6 tahun berada pada akhir tahap pra-operasional, tahap saat pemikiran simbolis sangat mendominasi hidupnya. Pemikiran simbolis membuat dia mampu untuk membuat susunan kata dan gambar yang menggambarkan suatu objek atau tindakan tertentu dalam pikiran anak.
v  Perkembangan kemampuan bahasa
Perkembangan bahasa berlangsung dengan cepat dan membantu anak untuk mengemukakan pikiranya. Kosa kata anak meningkat samapi 8000-14000 kata pada usia 6 tahun. Kata Tanya (kenapa, siapa, dimana, dan kapan)lebih banyak digunakan sehingga anak pada usia ini cenderung banyak bertanya.
v  Perkembangan kemampuan sosial
Anak usia 5-6 tahun menunjukkan lebih banyak kemampuan sosial. Hal ini dapat dilihat dari cara bermain anak yang lebih terarah dan mampu bekerja sama dalam bermain. Anak senang bermain bersama dan tolong menolong dalam mencapai keinginan tertentu. Ada kecenderungan tolong menolong ini dalam bermain dan kegiatan lainya. Anak usia ini lebih siap untuk berpisah beberapa jam dari orangtuanya dibandingkan dengan anak yang lebih muda dari itu. Anak sudah mampu berbagi dengan oranglain, mampu bertenggang rasa, sabar menunggu giliranya,dan mampu menerima tabggung jawab yang ringan.
v  Perkembangan Emosional
Emotional intelligence (kecerdasan emosi) adalah suatu tingkst kepandaian dalam memahami emosi oranglain dan mengatur emosinya sendiri, seperti misalnya mampu memotivasi diri sendiri dan tahan menghadapi rasa frustasi, mengontrol gerak hati dan menunda kegembiraan, mengatur untuk tetapa berpikir,berempati (mampu membayangkan dan merasakan perasaan oranglain) dan berharap. (Goleman,1995)
Pada anak usia ini, kosa kata anak yang berhubungan dengan emosi meningkat secara bertahap, sehingga mereka mengenal lebih banyak variasi ekspresi oranglain. Bersamaan dengan itu anak juga belajar ekspresi emosi dirinya.
v  Perkembangan kepribadian
Selain karena faktor keturunan, lingkungan juga mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Anak mempelajari berbagai perilaku sosial dari contoh-contoh yang dilihatnya. Selain itu, pada usia ini anak tidak hanya belajar tingkah laku tang kelihatan jelas, tapi juga dapat mempelajari gagasan, harapan, dan nilai-nilai. Anak dapat mempelajari hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh.
Penting untuk diperhatikan bahwa setiap anak itu unik, mereka tumbuh menurut lajunya masing-masing. Dan tidak semua aspek perkembangan tersebut diatas tumbuh bersamaan atau berurutan sehingga hal yang wajar jika terjadi variasi dalam perkembangan anak. Agar menjadi perhatian para orangtua atau pendidik bahwa kegiatan dalam mendidik anak usia dini harus direncanakan dengan mempertimbangkan karakteristik anak seperti yang telah disebutkan diatas.
Proses belajar  bahasa merupakan pencapaian intelektual anak yang paling berharga, idealnya orang tua yang merupakan guru bahasa pertama anak seharusnya dimulai dari masa kanak-kanak awal dengan memberikan makna lisan dari benda-benda yang ada disekitarnya. Menurut Baraja perkembangan bahasa anak usia 5-6 tahun adalah masa pemahaman anak semakin mantap, walaupun masih sering bingung dalam hal menyangkut waktu (konsep waktu belum dipahami dengan jelas). Kosakata aktif bisa mencapai mencapai dua ribuan, sedangkan kata pasif sudah makin banyak jumlahnya[33]. Anak mulai belajar mengenal huruf dan kalimat-kalimat yang agak rumit mulai digunakan. Seperti yang dikemukakan Mackey dalam Baraja menyatakan, menginjak usia 6 tahun anak tidak kesukaran dalam memahami kalimat yang biasa dipakai orang dewasa sehari-hari. Mulai belajar menulis dan aktivitas ini dengan sendirinya menambah perbendaharaan kata anak. mulai membiasakan pola kalimat yang agak rumit dan pada dasarnya sudah dikuasai sebagai alat komunikasi[34].
 Fokus perkembangan anak usia 5-6 tahun ada pada dunia akademis dan intelektual, untuk periode ini yang menonjol adalah banyaknya kata-kata, gagasan, konsep-konsep yang merupakan representasi dari hal-hal yang telah dialami dan disimpan secara mental, baik melalui pengalaman atau yang diterima secara langsung[35]. Pada usia 2-6 tahun, perkembangan intelektual anak berada pada tahap praoprasional. Pada tahap ini anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar, anak dapat mengambarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir.
Menurut Piaget, anak memperoleh suatu pengetahuan melalui proses konstruktif, anak dapat memahami atau mengintreprestasikan hal baru berdasarkan pengalaman dan tingkat perkembangan kognitifnya. Oleh karena itu, pada saat manusia belajar telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi. Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur pengetahuan yang sudah tersimpan sebelumnya di dalam otak. Melalui proses ini manusia dapat memahami informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya, sehingga dapat mengasimilasi atau mengakomodasi informasi atau pengetahuan tersebut. Sedangkan proses adaptasi berisi dua kegiatan. Pertama mengintegrasikan pengetahuan yang diterima, yang disebut juga asimilasi. Kedua, mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur pengetahuan baru, sehingga akan terjadi keseimbagan atau (equilibrium)[36].
Jadi dalam pembelajaran, termasuk dalam belajar menulis, anak harus aktif dalam mengkonstruks pengetahuan mereka. Usia 2-6 tahun merupakan usia yang memiliki keterampilan sempurna dalam mengendalikan dan menggerakkan motorik halusnya seperti menggerakkan tangannya atau menggerakkkan dengan menggunakan alat bantu pensil pada umumnya anak-anak siap menulis dan membaca pada usia 5 hinnga 6 tahun ketika hasil karya mereka lebih berwujud dan realistik.
Menulis bagi anak usia dini usia 5-6 tahun diartikan sebagai suatu kegiatan membuat pola atau menuliskan kata-kata, huruf-huruf atau pun simbol-simbol pada suatu permukaan dengan memotong, mengukur atau menandai dengan pena Kegunaan menulis bagi para siswa adalah untuk menyalin, mencatat dan mengerjakan sebagian tugas sekolah. Tanpa memiliki kemampuan untuk menulis, siswa akan mengalami banyak kesulitan dalam melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu menulis harus diajarkan pada anak sejak usia PAUD dan TK, karena akan mempersiapkan kemampuan untuk memasuki usia sekolah selanjutnya.[37]



[1] Sumanto.Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak TK. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi), 2005 h. 10
[2] Hajar Pamadhi. Ruang Lingkup Seni Rupa Anak. (Jakarta: Fakultas Kegururan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka, 2008). h. 53

[3] Slamet Suyanto. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.( Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan PendidikanTenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi). 2005 h, 132
[4] Montolalu B.E.F, dkk.2007. Bermain dan Permainan Anak. (Jakarta: Universitas Terbuka), h.17-18
[5] Slamet Suyanto. Loc.Cit  h,144

[6] Sumanto.. Pengembangan Kreativitas Seni Rupa Anak TK. (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi), 2005 h. 54
[7] Montolu, Loc. Cit h, 17
[9] Montolalu B.E.F, dkk.. Loc.Cit. h, 17
[10] Harun Rasyid, dkk. Asemen Perkembangan Anak Usia Dini (Yogyakarta : Multi Presindo) 2009: 277
[11] Slamet Suyanto. Loc.Cit  h,131
[12] Ibid, h. 132
[13] Mary Renck Jalongo, Early Childhood Language Arts Fourtyh Edition, (Indana University of Pannsylvania: Person, 200),h.242
[14] Jhon W Santrock, Eduational Psychology Third Editio, (New York: Mc Graw Hill, 2008), h. 375-376
[15] Jo Ann Brewer, Introduction to Early Chilhood Education Preeschool Through Primary Grades, (America, Pearson Education, 2007), h. 345
[16] Jo Ann Brewer, Op. Cit, h. 332
[17] Mary Renck Jalongo, Early.., h. 373
[18] Robert E. Owens, Early . Early .h. 373
[19] Susan Feez, Montessori and Early Childhood, (Singapore: Sage, 2010), h. 114
[20] Stepanie Mulller, Panduan Belajar Membaca, (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 8
[21] Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa, (Yogyakarta: BPFE, 2014), H. 422
[22] Janice J. Beaty, Observasi Perkembangan Anak Usia Dini Edisi Ketujuh Terjemahkan Arif Rakhman, (Jakarta: Kencana Premadamedia Group, 2013), h. 350
[23] Lesley Mandel Morrow, Literacy Development in the Early Years (Helping Children Read and Write), (Rutgers: The State University, 1993), h. 241
[24] Lesley Mandel Morrow, Op. Cit, h. 242
[25] Jo Ann Brewer, Op.Cit., h. 329
[26] Ibid, h. 353
[27] Ibid, h. 329
[28]  Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar,  (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 227
[29]  Ibid, h. 229
[30] Lesley Mandel Morrow, Op.Cit, h. 234
[31]Jean Berko Gleason, The Development of Language, (America: Boston University, 2005), 427  Jhon W. Santrok, Op.cit,. h. 376
[32] Jhon W. Santrok, Op.cit,. h. 376

[33] MF. Baraja, Pengantar Membaca Pada Tahap Permulaan dan Usaha Memupuk Kecintaan Membaca, (Jakarta: 1986), h. 36
[34] MF. Baraja, Kapita Selekta Pengajaran Bahasa, (Malang: IKIP  Malang, 1990), h. 31
[35] Baraja, op. cit., h. 39
[36] Nancy Lee Cecil dan Philips, Lauritzen, Literacy and The Art for Integrated Classroom (Toronto: Longman, 1994), h. 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar