PEMBAHASAN
Maria
Montessori lahir di Italia pada tahun 1870 di Chiaravalle, sebuah propinsi
kecil di Ancona. Ayahnya bernama Alessandro Montessori dan ibunya bernama
Renilde Stoppani. Maria Montessori adalah dokter di bidang penyakit anak-anak,
yang awalnya bekerja untuk anak-anak retardasi mental di klinik psikiatri
Universitas Roma. Retardasi mental merupakan kelainan bawaan dengan kecerdasan
di bawah rata-rata. Anak yang menderita kelainan ini sulit memahami konsep
abstrak, sehingga mengalami kesulitan belajar membaca, menulis dan berhitung.
Ia berhasil mengajarkan membaca dan menulis kepada anak retardasi mental,
sehingga mereka bisa mengikuti ujian bersama anak-anak normal dan lulus.
Pada
tahun 1906 Maria Montessori mendidirikan sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak
penderita cacat mental di Roma, semuanya berumur dibawah lima tahun. Sekolah
tersebut diberi nama “Casa dei Bambini”
atau rumah anak-anak. Menurut Montessori pendidikan adalah aspek yang mendasar
dalam pembentukan manusia. Pembentukan pada tahun-tahun awal yang berlangsung
sangat cepat akan menentukan kepribadian anak setelah dewasa.[1]
Montessori
melihat pendidikan yang dilakukan guru saat itu masih menggunakan
pendekatan-pendekatan lama seperti, mengajarkan anak membaca dengan bercerita,
sehingga ia menciptakan pendekatan yang berbeda dengan bahan yang konkrite
sebagai gantinya, dia meyakini bahwa belajar bukan hanya persoalan mengikuti
apa kata guru, tetapi benar-benar merasakan dan mengalami sesuatu hal.
Pendekatan yang awalnya hanya untuk anak berkebutuhan khusus dan kemudian
sukses, hal ini menggiringnya untuk memberikan pendekatan dan metode yang sama
pada anak normal. Maria sangat percaya bahwa setiap anak ingin belajar dan
untuk mencapainya kuncinya adalah kebebasan dan tata tertib.[2]
B.
Pandangan Metode Montessori
Montessori berpendapat “Walau di
planet ini tidak terdapat gur atau sekolah, dan belajar bukanlah sesuatu yang
dikenal, dan penghuninya tidak
melakukan apa-apa, hanya hidup dan berjalan kesana-kesini, ternyata dapat
mengetahui segala sesuatu, membawa mereka pada seluruh hasil pembelajaran, anda
mungkin sedang berfikir bahwa saya sedang berkhayal? Namun, hal yang tampak
sebagai khayalan itu sebenarnya sebuah kenyataan, inilah cara anak belajar,
inilah jalur yang dia ikuti, dia mempelajari semuanya tanpa menyadari dirinya
tengah belajar, dan dalam prosesnya sedikit demi sedikit dia mengirimkan pesan
dari alam bawah sadar kealam sadarnya, dan selalu dalam situasi bahagia serta
penuh cinta”[3]
Menurut Montessori saat anak
menunjukkan minat pada suatu aktivitas pembeajaran apabila mereka cukup matang
dan bersedia belajar, maka perlu disediakan lingkungan untuk anak bereksplorasi
sesuai tahapannya, guru hanya menjadi fasilitator dengan mendorong anak ketika
anak telah bersedia untuk belajar, dan menjawab dan membantu mereka ketika
diperlukan, guru hanya fasilitator, bukan penentu bentuk pembelajaran apapun
yang akan diterima anak.[4]
Anak
adalah individu unik dan berkembang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri.
Agar dapat berkembang secara optimal, anak membutuhkan lingkungan yang
mendukungnya, termasuk orang dewasa. Orang dewasa harus menghilangkan sifat
egosentris dan otoriter terhadap anak. Orang dewasa hendaknya menjadi
fasilitator menciptakan iklim lingkungan yang kondusif, aman dan nyaman sehingga
proses perkembangan anak dapat terjadi secara alamiah.
Montessori
mengemukakan beberapa konsep asas dalam pembentukan kurikulum pada anak usia
dini, diantaranya:
1. The
absorbent mindbahwa anak secara alami memiliki
kemampuan menyerap pengetahuan secara langsung ke dalam kehidupan psikisnya.
Anak belajar dari lingkungannya, ia belajar karena ia berpikir. Pengalaman yang
diperoleh serta hal-hal yang dikatakan dan dilakukan oleh orang disekitarnya
menentukan jenis dan kualitas belajar anak. Dimana pada usia 0-3 tahun anak
akan menyerap semua apa saja tanpa ia sadari (usia The absorbent mind ), tapi saat umur 3-6 tahun anak secara sadar
mulai menyaring apa yang ia ketahui secara selektif.
2. Konsep berikutnya dalam metode
Montessori yaitu periode sensitif yaitu munculnya masa kepekaan pada anak.
Kepekaan itu terjadi dalam belajar sesuatu, misalnya dalam perkembangan pada
usia 1-2 tahun, belajar menulis pada usia 4-4,5 tahun, dan membaca pada usia
4,5-5,5 tahun.[5]
Dalam konsep Montessori anak memang diberi kebebasan untuk mengkonstruksi
pengetahuannya, namun tidak dilepas begitu saja kelingkungan, dimana orang
dewasa sebagai penyedia pengetahuan pertama dan berharga untuk AUD tetap
memiliki peranan.
Anak-anak mampu menjelaskan
persepsi mereka dan menyusun pengalaman melalui aktivitas yang sesuai, dalam
pembentukan konsep diri di sekolah guru tidak perlu mengajar secara formal,
guru hanya memperlihatkan dan membimbing anak dalam memilih aktivitas. kemudian
anak memilih sendiri aktivitas secara bebas dan sukarela. Contoh saat mereka
memasuki kelas,telah terdapat berbagai permainan atau sarana belajar yang
disediakan, disini mereka bebas memilih kegiatan yang telah disediakan, saat
memilih kegiatan menyusun menara, dimana disini disediakan contoh menara yang
telah selesai dibuat, saat anak belum mampu menyusun menara mereka akan
mendapat umpan balik dari apa yang ia kerjakan, maka ia akan terus mencoba(self correcting), jika belum mampu juga
saat itulah peran guru diperlukan, setelah kegiatannya selesai, baru ia dapat
melakukan kegiatan yang lainnya.[6]
Pada
masa-masa pengujian ide-ide baru dan perbaikan-perbaikan metodenya, Montessori
menemukan beberapa masa peka anak-anak yaitu :
Usia
(tahun)
|
Periode
kepekaan
|
Ciri
perkembangan
|
0-3
|
Kepekaan keteraturan
|
Masa penyerapan total
: perkenalan dan pengalaman panca indra sensorik
|
0-6
|
Kepekaan bahasa
|
Kemampuan menangkap
makna kata atau symbol dan bahasa, lengkap dengan gramatikanya
|
1,2-1,5
|
Kepekaan berjalan
|
Masa penyempurnaan
gerakan kaki dan berjalan dengan kokoh
|
2-4
|
Kepekaan ruang
|
Penyempurnaan gerakan
, mulai memahami urutan waktu dan ruang.
|
2,5-6
|
Kepekaan terhadap
detail
|
Penyempurnaan
penggunaan panca indera, dimana anak menaruh perhatian pada objek-objek kecil
|
3-6
|
Kepekaan terhadap
kehidupan sosial
|
Anak menyadari bahwa
dirinya merupakan bagian dari teman kelompoknya dan muali peka terhadap
pengaruh orang dewasa.
|
3,5-4,5
|
Anak mulai
mencoret-coret
|
|
4-6
|
Kepekaan terhadap
pelajaran
|
Anak telah siap
menerima pelajaran dan memahaminya dengan akal sehat, dimana minat membaca
mulai tumbuh [7]
|
Agar masa peka anak dapat
berkembang dengan optimal, diperlukan pendidikan usia dini yaitu dengan
memberikan perhatian terhadap kebiasaan, kepengetahuan, dan lingkungan
pembelajaran anak.
C.
Konten Kurikulum Montessori
Dalam kurikulum
Montessori, ia menganjurkan perlunya mengelompokkan aktivitas belajar dan
material dalam bentuk beberapa area pusat latihan:
1. Practical
life. Memberikan pengembangan dari tugas
organisasional melalui perawatan diri sendiri, perawatan lingkungan, melatih
rasa syukur dan saling menghormati serta koordinasi dari pergerakan fisik.
2. The
sensorial are. Membuat anak mampu mengurut,
mengklasifikasi dan menerangkan impresi sensori dalam hubungannya dengan
panjang, lebar, temperature, masa, warna, titik, dan lain-lain.
3. Mathematics.
Memanfaatkan pemanipulasian materi agar anak mampu untuk menginternalisasikan
konsep angka, symbol, serta urutan operasi
4. Language
art. Pengembangan bahasa lisan, tulisan,
membaca, kajian tentang grammar,
dramatisasi, dan kesastraan anak-anak. Keahlian dasar dalam menulis dan membaca
dikembangkan dengan huruf dari kertas, kata-kata dari kertas pasir dan lainnya
5. Cultural
activities. Membawa anak-anak untuk mengetahui
dasar-dasar geografis, sejarah dan ilmu sosial.[8]
Dalam Morpison menyatakan area yang
difokuskan dalam pembelajaran Montessori:
1. Kehidupan praktis. Lingkungan yang siap
menekankan aktivitas motorik dasar sehari-hari, anak diajak untuk melakukan latihan-latihan yang berbeda
seperti berpakaian, memoles sepatu, membersihkan debu, melap meja, serta
mencuci tangan. Ini bertujuan agar anak tidak ketergantungan dengan orang
dewasa. Semakin anak tenggelam dalam
aktivitas, mereka secara bertahap akan memperpanjang rentang konsentrasi.
Dengan mengikuti rangkaian tindakan yang teratur, mereka belajar memperhatikan
hal-hal yang detail. Konsentrasi dan keterlibatan melalui indra memudahkan
terjadinya pembelajaran, pengajaran verbal guru diupayakan seminimal mungkin,
penekanan pada pembelajaran melalui menunjukkan cara, memberi contoh dan
mempraktekkannya.
2. Materi sensorik. Materi sensorik
bertujuan melatih indra anak agar berfokus pada beberapa kualitas tertentu,
membantu mempertajam kekuatan anak untuk mengamati dan membedakan secara visual
serta meningkatkan kemampuan anak untuk berpikir, membedakan,
mengklasifikasidan mengatur. Selain itu
materi sensori membantu mempertajam kekuatan anak mengamati dan membedakan
secara visual. Keterampilan ini berfungsi sebagai dasar kesiapan membaca awal
umum anak.
3. Materi akademik untuk menulis, membaca,
dan matematika. Penggunaan materi ini disajikan secara berurutan yang mendukung
menulis sebagai basis pembelajaran membaca. Membaca muncul setelah menulis,
sehingga anak tidak menyadari bahwa ia sedang belajar menulis dan membaca. Pada
kelas Montessori sudah lazim anak umur 4 tahun membaca dan menulis, karena ia
mempercayai bahwa anak memiliki kesiapan menulis saat usia 4 tahun, karena pada
saat umur 3 tahun anak telah diransang semua latihan sensorik
4. Fitur-fitur tambahan dalam kelas
Montessori adalah kelompok usia yang beragam, dimana berisi anak-anak yang
berbeda usia, dimulai dari usia 2,5 tahun hingga usia 6 tahun, dengan tujuan
anak dapat saling belajar bersama, saling membantu, bagi anak yang lebih besar
dapat menjadi contoh dan teman bekerja sama bagi anak-anak yang lebih kecil[9]
Seiring dengan pendapat di atas esensi pendidikan
Montessori meliputi empat hal diantaranya:
1. Semua pendidikan adalah pendidikan diri
sendiri, menurutnya perkembangan laksana sebuah anak panah yang lepas dari
busurnya, melesat, lurus, cepat dan mantap, ia menyempurnakan dirinya dan
mengatasi setiap rintangan yang dijumpainya sepanjang jalan yang ditempuhnya,
jadi mustahil jika pendidik menuangkan kecerdasannya dan kemauannya, karena
setiap anak telah mempunyai motivasi bawaan untuk belajar yang tidak bisa
dicegah.
Dalam konsep Montessori anak-anak bukanlah
seperti tong yang siap diisi, guru membantu anak didik pun bagi Montessori
melanggar kode etik guru, dan dianggapnya merampas kebebasan anak, dalam artian
misalnya saat anak berkerumun melihat suatu permaian, anak yang pendek yang
tidak bisa melihat karena dibelakang, dan tidak bisa maju kedepan, dalam
kondisi ini guru tidak boleh mengangkat anak tersebut sehingga bisa melihatnya,
contoh lain saat anak terjatuh, guru tidak diperbolehkan membangunkannya, guru
hanya berhak membesarkan hatinya untuk bangkit dan lari kembali, namun ketika
anak sampai sakit dan tidak bisa bangun barulah anak mendapat bantuan, intinya
jangan memanjakan anak.
2. Kebebasan dalam proses belajar mengajar,
anak didik harus diberi kebebasan seluas-luasnya. Tugas guru lebuh bersidat pasif
dan hanya sebtasa memberi stimulasi agar anak tertarik dengan stimulasi,
konsekuensinya dikelas Montessori tidak mungkin anak melakukan permainan yang
sama. Bahkan anak-anak tidak boleh dipaksa duduk manis, diam, melihat satu
arah, anak bebas untuk berdiri, berkeliara, tiduran dan bahkan berada diluar
kelas.Montessori mengatakan “ tak satupun pekerjaan dapat dipaksakan, tidak
boleh ada ancaman, hadiah atau hukuman, gurur harus bersikap pasif dan diam,
menunggu dengan sabar dan nyaris menarik diri dari campur tangan aktif agar
memberikan ruang bagi pengembangan jiwa anak”
3. Ketertiban dalam pandangan Montessori
bukanlah aturan ketat yang sering kali membelenggu kebebasan anak didik, tertib
menurut Montessori adalah seperangkat aturan untuk menunjang proses belajar
secara bebas, contoh tata tertib Montessori adalah anak tidak boleh mengganggu
teman, tidak berlari-larian dalam kelas dan berteriak-teriak, jika melanggar
tata-tertib, aka nada sanksi bagi anak, bukan hukuman fisik melainkan hukuman
psikis berupa pengasingan atau skors.
4. Pengembangan Indra sebagai gerbang jiwa
anak, dimana segala pengertian dan konsep dalam pikiran anak adalah pengaruh
indra semata melalui aktivitas konkret dan jelas, ada beberapa penelitian yang
mengatakan bahwa Montessori menolak imajinasi, menurutnya khaya menunjukkan
kemiskinan kerohanian dan tidak sesuai kenyataan, maka ia melarang anak bermain
khayal, seperti anak bermain kereta api, anak laki-laki menjadi kondektur, anak
perempuan menjadi ibu, sedangkan boneka menjadi anak, dan fantasi-fantasi
lainnya tidak diperbolehkan.
Banyak yang menentang teori imajinasi
Montessori, namun dalam pelarangannya fantasi yang dilarang adalah berfantasi
yang membelenggu kreativitas, dimana anak-anak mengganti aktivitas bermainnya
dengan berfantasi saja, mereka menolak untuk bermain walau alat permainannya
tersedia, dan hanya duduk termangu sambil membayangkan fungsi benda-benda
tersebut.
Beimajinasi tidak sepenuhnya salah
apabila ditindaklanjuti dari apa yang diimajinasikan, menurut Montessori cakrawala
mental anak tidak terbatas pada apa yang dilihatnya, ia memiliki jenis pikiran
yang melampaui benda konkrite, ia memiliki kekuatan besar dalam berimajinasi
dan penggambaran, yang bergantung pada kemampuan tingkat tinggi.[10]
Dalam konten metode Montessori
kurikulum yang dikembangkan adalah kurikulum terpadu dengan menggunakan area
dalam pembelajaran, seperti area Practical
life. The sensorial are, Mathematics,
Language art dan Cultural activities. Ini semua membuat anak akan aktif dengan
mempraktekkan berbagai hal dalam hidup, seperti membersihkan lingkungan
sekitar. Dengan area sensori anak akan mencoba mempertajam pengamatan dan
membedakan, setiap area memiliki fungsinya masing. Setiap area yang disediakan
sebaiknya tidak melupakan esensi kurikulum Montessori dengan melihat pada
tahapan perkembangan anak.
D.
Prinsip-prinsip Pendidikan Montessori
Pada pembelajaran metode Montessori,
guru bukanlah pusat belajar, guru hanya mempersiapkan kebutuhan belajar anak.
Dalam pembelajaran Montessori ada beberapa prinsip :
1. Pendidikan diarahkan untuk hidup bebas
dan merdeka
2. Anak adalah individu yang unik dan
berkembang sesuai kemampuan mereka sendiri, tugas orang dewasa adalah
mendorong, mengarahkandan menfasilitasi perkembangan yang dibutuhkan anak.
3. Setiap gerakan anak merupakan tututan
jiwa dan raganya.
4. Montessori mementingkan pendidikan panca
indra.
5. Tahun-tahun awal kehidupan anak
merupakan masa pembentukan, baik fisik maupun mental. Masa awal juga merupakan
periode sensitif karena mulai munculnya kepekaan anak untuk menyerap atau
mempelajari sesuatu.
6. Montessori menciptakan berbagai
permainan untuk melatih panca indra, tetapi sifat menyenangkan itu menjadi
kurang diperhatikan.
7. Cara mendidik anak usia taman
kanak-kanak tidak dijejal, tetapi berupaya menggali dan mengelola minat belajar
mereka secara alami.
8. Anak hendaknya diberi kebebasan dalam
mengekspresikan diri mereka dalam belajar sesuatu pilihan minatnya. Sebagai
implementasinya Montessori merancang pembelajaran berdasarkan area/sudut.
9. Pada pendidikan Montessori dikenal
adanya direkris (pengarah) yang bertugas memberi arahan dan dorongan belajar
sesuai minat anak. Ia tidak mendominasi seluruh waktu belajar anak, anak diberi
kebebasan belajar lebih banyak.[11]
Praktek Metode Montessori
|
|
Kurikulum terpadu
|
Montessori
menyediakan kurikulum terpadu dimana anak-anak terlibat secara aktif dalam
menggunakan materi konkrit sepanjang kurikulum-menulis, membaca, ilmu
pengetahuan, metematika, geografi, dan seni, pada usia anak pada tahapan perkembangan.
|
Proses belajar aktif
|
Di kelas Montessori,
anak terlibat secara aktif dalam proses belajar mereka sendirir. Alat bantu
menjadikan proses belajar aktif dan konkrite.
|
Instruksi sendiri
|
Kurikulum dan
kegiatan harus dibuat tersendiri untuk masing-masing anak, ini terjadi lewat
interaksi anak dengan materi saat mereka melampaui tingkat penguasaan materi
mereka sendiri.
|
Kemandirian
|
Lingkungan Montessori
menekankan penghargaan terhadap anak dan mendorong keberhasilan anak, dan
mendorong anak menjadi mandiri.
|
Penilaian yang tepat
|
Pengamatan adalah
sarana utama untuk menilai kemajuan anak, prestasi dan perilaku, guru dalam
kelas Montessori adalah orang terlatih dan cakap dalam menerjemahkan
pengamatan mereka kedalam cara-cara tepat untuk memberikan bimbingan,
memudahkan dan meneruskan proses belajar anak.
|
Praktek yang sesuai
dengan perkembangan
|
Bahwa anak memiliki
kemampuan lebih dari yang kita pikirkan [12]
|
Selain beberapa prinsip diatas,
sebagai bentuk pendekatan pembelajaran yang menggunakan kegiatan bermain dalam
pembelajaran sehingga anak merasa tidak sedang belajar, karena Montessori
menganggap permainan sebagai sebuah kebutuhan, sesuatu yang menyenangkan , suka
rela, kreativitas, penuh arti, dan spontan. Menurut Montessori dalam bermain anak
bukan hanya “main-main” tetapi mereka “sungguh-sungguh bermain” bagi Montessori
bermain adalah “bekerja” bagi anak-anak yang sesungguhnya atau lebih dari hanya
sekedar belajar.
Prinsip lain dalam pembelajaran
kurikulum Montessori dalam mendukung pembelajaran yang bebas dan mardeka, serta
student centerdimana mereka memiliki
80% aktivitas sendiri, dan 20% aktivitas yang diarahkan guru, dimana guru
mendorong anak untuk melakukan berbagai tugas dan mengupayakan agar anak
memiliki kesempatan untuk menjalin hubungan sosial melalui interaksi yang
bebas, pemahaman anak adalah ditemukan oleh anak itu sendiri, tidak disajikan
oleh guru.
Aturan pengucapan didapat melalui
pengenalan pola bukan hafalan, dan setiap aspek kurikulum melibatkan pemikiran.
Dalam pendekatan Montessori tidak masalah anak umur 3-5 tahun diajari kemampuan
bahasa (menulis, membaca dan bicara), ini dapat disesuaikan dengan kemampuan,
tingkat perkembangan, kepekaan belajar, dan yang tepenting disini adalah
strategi pengalaman belajar dan ketepatan dalam mengajar.[13]
Ada beberapa pinsip dasar yang
harus kita pahami ketika membahas tentang kurikulum Montessori pembelajaran adalah
proses yang bebas dan mardeka dimana bentuk pembelajaran adalah pembelajaran
terpadu dengan menggunakan area atau sudut, dengan meyakini dengan melakukan
kegiatan bermain anak dapat mengembangkan kemampuan anak, dimana anak memiliki
80 % kegiatan sendiri dan 20% kegiatan yang diarahkan guru, dan saat umur 3,5
tahun anak telah dapat distimulasi untuk belajar bahasa
E.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Kurikulum Montessori
a.
Kelebihan
1. Bersifat student center dimana guru tidak lagi mendominasi pembelajaran, sehingga
anak dapat berkembang dengan pengalaman yang konkrite.
2. Konsep-konsep pendekatan Montessori
dapat diberikan pada anak dari berbagai latar belakang dan kondisi yang
beragam.
3. Guru yang terlibat dalam sekolah
Montessori adalah orang-orang berpengalaman dan terlatih dibidangnya.
4. Berhasil menghasilkan konsep dan
material/alat pendidikan yang sistematis dan operasional sesuai dengan tahapan
perkembangan dan kemampuan anak
5. Memiliki laboratorium sekolah dan sistem
penyelenggaraan yang terkontrol terhadap seluruh sistem pendidikan Montessori
6. Mengeluarkan panduan-panduan tentang
sistem pembelajaran di sekolah Montessori
7. Menggabungkan anak dari berbagai usia
yang berbeda akan membentuk sikap menghargai, menghormati, imitasi sikap dan
saling membantu pada anak
b.
Kekurangan
1. Terlalu bersifat perseorangan, sehingga
memerlukan rasio perbandingan antara guru dan murid yang kecil
2. Memerlukan media pembelajaran yang
sangat beragam serta harga material yang sangat mahal sulit terjangkau oleh
sekolah-sekolah umum
3. Pelatihan penyelenggaraan konsep
pendidikan Montessori sangat maha bagi guru-guru di sekolah umum
4. Pendekatan ini menggabungkan anak yang
beragam usia dalam pembelajarannya, ini akan menyulitkan guru dalam menilai
perkembangan anak yang tiap usia berbeda tahap perkembangannya.
5. Kurangnya penekanan dalam perkembangan
sosial dan bahasa, karena anak-anak dalam memilih aktivitas sendiri tanpa
keterlibatan dalam kelompok, serta kurangnya kreativitas dalam seni dan music
tradisional.
[1]Masnipal.Siap Menjadi Guru dan Pengelola PAUD
Profesional. (Jakarta:Gramedia,2013) h 40
[2] Lee, Angeline. Developing
Intelligence In Babies & Toddlers. (Malaysia: Pt Alex Media, 2007)h 74
[3] Amstrong, Thomas. The Best
School. (Bandung: Mizan, 2006) h 94
[4] Menon, Neni & Madya. Panduan
Kurikulum Prasekolah. (Malaysia: PTS Profesional, 2003) h 7
[5]Masnipal.Siap Menjadi Guru dan Pengelola PAUD
Profesional. (Jakarta:Gramedia,2013) h 40
[6] Lee, Angeline. Developing
Intelligence In Babies & Toddlers. (Malaysia: Pt Alex Media, 2007)h 74
[7] Sudono. Anggani.Sumber
Belajar dan Alat Permainan AUD. (Jakarta: Grasindo. 2000) h 17
[8]Asmani
Jamal Ma’mur. 2009. Manajemen Strategi
Pendidikan Anak Usia Dini. (Jogjakarta: DIVA Press) h 152
[9]Morrison
George S.Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia
Dini. (Jakarta Barat: Indeks) h 113
[10] Suyadi dan ulfah. Konsep
Dasar PAUD. Bandung: (Remaja Rosdakarya. 2013) h 99
[11]Masnipal.Siap Menjadi Guru dan Pengelola PAUD
Profesional. (Jakarta:Gramedia,2013) h 44
[12] Morison, George. Dasar-dasar
Pendidikan Anak Usia Dini. (Jakarta: Indeks,2012) h 115
[13]Asmani jamal ma’ruf. 2009. Manajemen strategi PAUD (Jogjakarta:
DIVA Press) h 152
Ironing Ironing Ironing Ironing Ironing Ironing Ironing Ironing
BalasHapusIroning Ironing Ironing Ironing Ironing titanium mens wedding band Ironing Ironing Ironing Ironing winnerwell titanium stove Ironing Ironing Ironing Ironing Ironing Ironing titanium pan Ironing Ironing titanium alloy Ironing titanium gold Ironing
see this here dog dildo,cheap dildo,cheap dildo,wholesale dildo,sex toys,dildos,cheap sex toys,cheap sex toys,horse dildo,dog dildo published here
BalasHapus