Selasa, 07 Februari 2017

Whole Language Bahasa Anak Usia Dini





WHOLE LANGUAGE
BAHASA ANAK USIA DINI



A.    Latar Belakang
Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial, moral, dan sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting untuk sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalah masa pembentukan fondasi dan dasar kepribadian yang akan menentukan pengalaman anak selanjutnya. Anak usia dini adalah anak yang berada pada masa keemasan tetapi sekaligus masa kritis. Masa keemasan karena pada masa usia dini (0 – 6 tahun) ini berbagai kemampuan fisiologis, kognitif, bahasa, sosioemosional, dan spiritualnya sedang berada dalam perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan kecerdasan yang terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan anak diperkirakan mencapai 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa dan ini terjadi kurang lebih ketika anak berumur 4 tahun. Kecerdasan akan mencapai 80% ketika anak berumur 8 tahun, dan sisanya sampai mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun. Kesalahan yang terjadi pada periode kritis akan membawa kerugian yang nyata di masa yang akan datang.
Proses pembelajaran pada anak usia dini akan baik dilakukan apabila tujuan pembelajaran adalah memberikan konsep-konsep dasar yang memilliki makna bagi anak melalui pengalaman nyata. Pengalaman yang memungkinkan anak untuk menunjukkan aktivitas yang mengembangkan segala potensi yang dimilik anaka termasuk kemampuan berbahasa atau membaca.Karakteristik kemampuan membaca permulaan dapat dilihat melalui kemampuan anak mengembangkan koordinasi gerakan visual dan motorik, kemampuan anak melakukan diskriminasi secara visual, kemampuan kosakata anak, dan kemampuan diskriminasi auditori.
Dalam mengembangkan kemampuan membaca permulaan bagi anak, hal yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan yang bersifat alami (natural) yang memperkaya lingkungan anak dengan hal-hal yang mampu mengembangkan minat dan rasa ingin tahu anak akan dunia kebahasaan. Pendekatan pembelajaran bahasa yang menekankan akan pemerkayaan lingkungan bahasa anak secara alamiah dan menyeluruh adalah whole language (keutuhan bahasa).
Whole language akan membantu anak dan guru dalam memperkenalkan bahasa yang baru didengarnya dan berusaha mengingat dan menyimpannya dalam memori otaknya. Namun sebagai catatan, hal ini harus menyenangkan (full of joy).Sehingga kreativiatas guru dalam mengelola kelas adalah yang utama teaching with joy. Dengan teaching with joy anak akan learn with joy.
B.     Tujuan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa Anak Usia Dini
2.Menjelaskan tentang Whole Language pada anak usia dini

C.    Manfaat Makalah
1.Melatih mahasiswa untuk dapat mengembangkan keterampilan yang dimilikinya.
2.Memberikan informasi kepada pembaca tentang Whole Language pada Anak Usia Dini
3.Menambah pengetahuan untuk penulis dan pembaca tentang Whole Language Anak Usia Dini




KAJIAN TEORI

1.1  Whole Language
Gagasan mengenai whole language memiliki dasar di dalam berbagai teori belajar yang berhubungan dengan epistemologi disebut "holisme."Holisme didasarkan pada keyakinan bahwa tidak mustahil memahami berbagai pembelajaran dengan menganalisis potongan-potongan kecil dari suatu sistem pembelajaran.Holisme merupakan respon terhadap perilaku, yang menekankan pada bahwa dunia dapat dipahami dengan melakukan eksperimen yang merangsang dan memberikan tanggapan.
Kemampuan untuk belajar bahasa alami membedakan manusia dari hewan lain, dan biasanya bergerak selama dekade pertama kehidupan selama periode kritis untuk akuisisi bahasa. Sistem linguistik yang berkembang menyebar kehidupan sehari-hari, menyediakan untuk kapasitas linguistik yang tak terbatas dan untuk kreativitas penting dari bahasa.Penggunaan bahasa sensitif terhadap berbagai variabel sosial dan kontekstual dan dapat dianalisis pada berbagai tingkat deskripsi.
Oleh karena itu landasan filosofi mengenai whole language tumbuh dari berbagai sudut pandang dan disiplin ilmu, yaitu mulai dari proses pemerolehan bahasa dan tumbuhnya budaya keaksaraan, psikolinguistik, sosiolinguistik, psikologi kognitif, psikologi perkembangan, antropologi, dan pendidikan. Dari keragaman yang berbeda tersebut whole language berada untuk mempersatukannya (unity within diversity). Beberapa teori mengenai whole language yang dikemukan oleh para ahli :
a.       Weaver : whole language adalah suatu teori pembelajaran bahasa secara alamiah dan bagaimana sistem pembelajaran dapat membantu kemajuan di dalam kelas dan sekolah[1]
b.      Routman : whole language adalah suatu teori yang menunjukkan pada kebermaknaan yang nyata dan sesuai dengan kegiatan mengajar dan belajar bahasa.[2]
c.       David : whole language adalah suatu teori praktek mengajar yang telah disusun dari keberhasilan praktek guru dalam mengimplementasikan pembelajaran tentang bagaimana anak belajar, bagaimana mereka belajar bahasa, dan bagaimana perkembangan penguasaan bahasa dalam lingkungan dan lingkungan luar sekolah.[3]

Berdasarkan teori-teori di atas, whole language dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.       Dengan pendekatan whole language pada dasarnya pembelajaran secara alami pembinaannya dapat dilakukan di dalam kelas dan di sekolah. Berdasarkan pada keyakinan tentang hakikat belajar dan bagaimana belajar, diharapkan anak-anak dapat berkembang secara optimal karena mereka mengikuti proses belajarnya sendiri.
b.      Pembelajaran whole language merupakan pendekatan pembelajaran dimana suatu lingkungan yang menyeluruh, anak ditenggalamkan (immerse) dalam perkembangan bahasa yang penekanannya dalam bentuk kegiatan mendengar, bercakap, membaca dan menulis.
c.       Pembelajaran whole language dibangun atas dasar suatu pemahaman bahwa anak sudah siap untuk mengembangkan kemampuan berbahasanya. Di dalam mengembangkan pembelajaran juga diperlukan penyediaan berbagai kebutuhan anak agar terjadi pembelajaran yang bermakna yang dapat mengembangkan proses keaksaraan.
d.       Pendekatan pembelajaran whole language menekankan pada kegiatan pembelajaran bermakna yang meliputi semua proses belajar bahasa seperti mendengar, berbicara, menulis, dan membaca semuanya dipelajari secara alami dalam artian dipelajari secara utuh dan membiarkan anak memperoleh pengetahuan bahasa dengan sendirinya tanpa paksaan dari lingkungan sekitar

1.2 Kengunggulan penggunaan pendekatan pembelajaran whole language menurut Diane dan Weaver
1.      Anak-anak diharapkan belajar mulai dari mendengar, membaca, dan menulis seperti mereka mulai dapat berbicara. Semua bahasanya dilakukan secara alamiah tanpa adanya intervensi dari guru dan guru hanya mengarahkan kesalahan yang dilakukan siswa supaya tidak berkecil hati;
2.       Dalam pembelajaran guru tidak hanya sekedar mengajar tetapi juga melakukan observasi kebutuhan siswa untuk selanjutnya guru mengembangkan teknik mengajar bahasa. Diasumsikan kemampuan membaca dan menulis siswa berkembang apabila fasilitas yang dibutuhkan anak terpenuhi.
3.      Anak tidak akan mengalami kesulitan belajar membaca dan menulis jika segalanya dibuat mudah dan sederhana.
4.      Kegiatan membaca, menulis dan berbicara merupakan satu kesatuan dan tidak ada pemisahan mana yang harus dipelajari terlebuh dahulu, apakah dimulai dari membaca dan menulis dulu. Semua diajarkan secara bersamaan dan satu kesatuan secara utuh.

Pembelajaran whole language telah sesuai dengan rekomendasi dari International Reading Association’s Literacy Development and Prefirst Grade (Early Childhood and Literacy Development Committee, 1988), dan NAEYC (“Development Appropriate Practice”, Bredekamp, 1986), yang isinya memuat antara lain:
a.       Membangun pembelajaran berdasarkan kesiapan anak dalam menerima bahasa oral, membaca, dan menulis. Fokusnya adalah pengalaman dan bahasa yang bermakna, dari lingkungan keseharian anak.
b.      Menuntun anak berbahasa menjelang masuk sekolah dengan menggunakan dasar bahasa dan aktivitas keaksaraan.
c.       Menghadirkan perasaan sukses bagi semua anak, dengan membantu mereka untuk dapat melihat diri mereka sendiri sebagai manusia pemakai bahasa. Mereka menjelajahi dunia lisan dan tulisan dengan perasaan senang.
d.      Menyediakan pengalaman membaca sebagai suatu kesatuan dari proses berkomunikasi yang terkait dengan bercakap-cakap, mendengarkan dan menulis serta berbagai sistem komunikasi lainnya, misalnya dalam seni, matematika, dan musik.
e.       Mendorong anak untuk mulai mencoba menulis tanpa melakukan koreksi atas kesalahan yang mereka lakukan dalam formasi huruf atau ejaan.
f.       Mendorong anak untuk mulai mengambil resiko (risk taking) dalam membaca dan menulis serta menerima apa yang terlihat sebagai kesalahan merupakan suatu bagian dari proses alamiah dari pertumbuhan dan perkembangan anak.
g.      Menggunakan bahan materi ajar yang familiar dengan anak, misalnya cerita-cerita terkenal, sebagai sense of control dan percaya diri dalam membangun kemampuan belajar mereka.
h.      Menghadirkan model yang dapat memotivasi anak. Di dalam kelas guru harus berbahasa dengan benar dan tepat sehingga merangsang anak untuk mendengar dan bereaksi untuk berbicara dan dapat mendorong terjadinya membaca dan menulis.
i.        Secara tetap guru melakukan kegiatan membaca bagi anak dengan berbagai tema dari puisi, cerita fiksi, dan non fiksi.
j.        Menyediakan waktu secara tetap bagi anak untuk membaca dan menulis mandiri.
k.      Membantu tumbuhnya perkembangan afektif dan kognitif anak melalui tersedianya kesempatan untuk berkomunikasi apa yang mereka ketahui, apa yang mereka fikir, dan apa yang mereka rasakan.
l.        Menggunakan prosedur perkembangan dan budaya yang sesuai dalam melakukan evaluasi, hal ini merupakan salah satu tujuan dasar dari program dengan pertimbangan bahwa setiap anak berkembang secara total.
m.     Menumbuhkan ide dan aktifitas di sekolah untuk dilanjutkan di rumah.
n.      Menyiapkan orang tua untuk memahami keterbatasan dari asesmen dan tes yang terstandar yang dilakukan pada tahap permulaan keterampilan membaca dan menulis.
o.      Mendorong anak berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran daripada hanya sebagai penerima yang pasif melalui berbagai aktifitas yang dilakukan lewat bercakap-cakap, mendengarkan, menulis, dan membaca.

Semua hal ini telah sesuai dengan pernyataan NAEYC dalam DAP yang isinya26 adalah : “Dengan tersedianya kesempatan bagi anak untuk mempunyai pengalaman di dalam melihat bagaimana membaca dan menulis, akan sangat berguna jika dilakukan sebelum mereka dianjurkan menyebukan nama, membaca, dan mengidentifikasi kata. Puncak dari aktivitas ini adalah pengalaman yang bermakna bagi anak melalui berbagai aktivitas, seperti mendengarkan cerita dan puisi, melakukan wisara, mendikte cerita, melihat grafik di dalam kelas, bermain drama dan pengalaman lain yang diperoleh melalui komunikasi dengan teman atau dengan orang dewasa”[4]
Berdasarkan konsep psikolingusitik, sosiolinguistik, psikologi kognitif, psikologi perkembangan, antropologi dan pendidikan maka whole language dapat dilaksanakan dengan cara[5] :
a.       Immersion, menenggelamkan anak pada lingkungan yang kaya akan bahasa tulisan sehingga anak akan belajar sendindiri guru hanya bertuga sebagai fasilitator.
b.      Opportunity and Resources, menyediakan waktu, material, ruang, dan berbagai aktifitas dimana anak dapat menjadi pendengar, pembicara, pembaca dan penulis. Termasuk pengulangan. Banyak guru dna orang tua tidak menyukai pengulangan padahal pengulangan akan membantu anak mengingat kosa kata yang baru saja dipelajarainya
c.       Meaningful Communication, memfokuskan komunikasi pada hal-hal yang bermakna dimana pengalaman berbicara, mendengar, membaca, dan menulis dapat dikomunikasikan secara menyeluruh.
d.      Acceptance, menerima anak sebagai pembaca dan penulis yang berkemampuan secara menyeluruh sehingga dengan demikian terjadi komunikasi yang bermakna.
e.       Expectancy, menciptakan atmosfer yan menangandung harapan, yang berpengaruh terhadap iklim yang dapat mendorong dan membantu budaya aksara secara terus menerus.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas maka pendekatan pembelajaran whole language adalah suatu pendekatan pengajaran perolehan bahasa yang dapat diimplementasikan di dalam kelas maupun di sekolah secara alami dengan tujuan membiarkan anak belajar berbahasa dengan sendirinya tanpa paksaan dan menyenangkan.Oleh sebab itu guru harus berusaha menciptakan sebuah kelas yang menyenangkan (full of joy) dan guru juga harus mengajar dengan menyenangkan (teaching of joy) Termasuk dalam mengembangkan kemampuan membaca permulaan.
1.3        Implementasi Pendekatan Pembelajaran Whole Language
Dalam implementasi pendekatan pembelajaran whole language bagi anak usia dini perlu diperhatikan terlebih dahulu bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang sesuai usia. Pembelajaran di kelas pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anak dan orang dewasa, dalam hal ini adalah guru. Di dalam interaksi sosial, anak akan memperoleh pengalaman yang bermakna sehingga terjadi proses belajar dan pengalaman ini akan menjadi bermakna jika anak dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya dengan penuh kegembiraan.
Oleh sebab itu lingkungan merupakan faktor penting dalam kegiatan belajar mengajar bagi anak usia dini. Guru bertanggung jawab untuk menciptakan suasana yang penuh perhatian, menyenangkan dan penuh kasih sayang sehingga anak dapatmengembangkan rasa percaya pada dirinya sendiri, teman, dan orang lain serta dapat berinteraksi baik dalam keluarga, kelompok maupun lingkungannya.

1.4    Kemampuan Membaca Permulaan
Dalam pendekatan pembelajaran whole language, guna meningkatkan kemampuan membaca permulaan bagi anak usia dini adalah dengan memperkaya literatur bacaan. Pendekatan pembelajaran tidak memandang membaca sebagai akibat dari kesiapan membaca anak akan tetapi melalui proses asimilasi dan akomodasi. Smith menyatakan bahwa anak mulai membaca dari momen mereka peduli dengan tulisan dalam berbagai cara bermakna. Hal ini dapat diantisipasi melalui dorongan membaca secara alami, membantu mereka menemukan hubungan suara dan simbol melalui tulisan yang bermakna dan yang paling penting adalah berlangsungnya kecintaan mereka untuk membaca.
Menurut Willern dan Kamii, anak membangun konsep tentang buku dan membaca melalui berbagai pengalaman yang mereka dapatkan ketika mereka masih usia dini. Pendekatan pembelajaran whole language mengembangkan kemampuan membaca permulaan melalui kegiatan yang dapat mengektifkan anak untuk membaca melalui aktivitas dan lingkungan yang kaya akan tulisan. Lingkungan yang kaya akan tulisan diharapkan mampu menimbulkan kepedulian anak terhadap dunia keaksaraan. Untuk merangsang tumbuhnya sikap peduli terhadap keaksaraan adalah dengan mengkonstruksikan lingkungan yang kaya akan tulisan dengan mengangkat situasi keseharian. Selanjutnya, dalam mengembangkan kemampuan membaca permulaan anak dapat dilakukan melalui kegiatan bermain.
Aktivitas bermain yang dilakukan adalah aktivitas yang memberikan kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan teman dan lingkungannya.Akan tetapi bermain yang dilakukan bukan merupakan paksaan. Menurut Soemiarti, bermain dalam tatanan sekolah digambarkan sebagai suatu rentang rangkaian kesatuan yang berujung padabermain bebas, bermain dengan bimbingan, dan berakhir pada bermain dengan diarahkan[6]
Bermain bebas dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan bermain dimana anak mendapat kesempatan melakukan berbagai pilihan alat dan mereka dapat memilih bagaimana menggunakan alat-alat tersebut.Kegiatan bermain dengan bimbingan, guru memilih alat permainan dan diharapkan anak-anak dapat memilih guna menemukan suatu konsep atau pengertian tertentu.Selain itu, dalam bermain yang diarahkan, guru mengajarkan bagaimana menyelesaikan suatu tugas yang khusus.Dalam melakukan kegiatan bermain dibutuhkan pula media dan metode, agar kegiatan menjadi lebih terarah.
Cunningham tahun 2005[7] dalam penelitiannya mengenai pendekatan pembelajaran whole language didalam meningkatkan kemampuan membaca menekankan bahwa pelajaran membaca seharusnya paralel dengan pembelajaran bahasa alami anak.Materi-materi membaca sebaiknya utuh dan bermakna.Artinya, anak-anak sebaiknya diberikan materi dalam bentuk lengkap seperti cerita-cerita dan puisi-puisi, sehingga mereka dapat belajar memahami fungsi komunikatif bahasa.
Selanjutnya, membaca seharusnya dihubungkan dengan keahlian menulis dan mendengarkan atau dengan kata lain, membaca seharusnya diintegrasikan dengan subjek-subjek dan keahlian-keahlian lain, seperti ilmu pengetahuan dan studi sosial serta materi membaca seharusnya terpusat pada pengetahuan sehari-hari.Dalam mengajarkan membaca sebaiknya menggunakan pendakatan keahlian dasar fonik, meskipun siswa-siswa juga dapat mengambil manfaat dari pendekatan belajar whole language.Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pendekatan pembelajaran whole language menekankan pada strategi pembelajaran bahasa yang dimulai dari makna yang utuh menjadikan kemampuan bahasa anak yang berkembang ke arah penguasaan kemampuan membaca dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Belajar membaca dalam bahasa kedua, terutama di masa dewasa, mungkin proses yang berbeda daripada belajar membaca bahasa ibu di masa kecil. Ada kasusanak yang sangat muda belajar membaca tanpa diajari. Demikianlah halnya dengan Truman Capotyang dilaporkan belajar sendiri untuk membaca dan menulis pada usia lima. Ada juga beberapa orang yang mengajarkan diri untuk membaca dengan membandingkan tanda-tanda jalan atau ayat-ayat Alkitab untuk berbicara. Novelis Nicholas Delbanco belajar sendiri membaca pada usia enam tahun selama transatlantik persimpangan dengan mempelajari buku tentang perahu. Anak juga bisa dijarkan membaca permulaan dengan nyanyian.Berikan anak akses untuk mendengarkan lagu, dengan musik disekitar mereka, mereka mampu rileks dalam menerima pelajaran.Hal ini tentunya sangat menarik bagi anak-anak.Yang perlu diingat guru adalah memberikan musik yang sesuai dengan perkembangan mereka.Biarkan mereka tenggelam dalam pelajaran tersebut dengan musik, karena semua anak pada hakekatnya menyukai musik.


KESIMPULAN 
 Kesimpulan
Pendekatan whole language pada dasarnya merupakan pembelajaran secara alami yang pembinaannya dapat dilakukan di dalam kelas dan di sekolah. Pembelajaran whole language merupakan pendekatan pembelajaran dimana suatu lingkungan yang menyeluruh, dimana anak sudah siap untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dengan cara ditenggalamkan (immerse) dalam bentuk kegiatan mendengar, bercakap, membaca dan menulis. Kegiatan pembelajaran whole language hendaknya dipelajari anak secara alami dan dipelajari secara utuh serta membiarkan anak memperoleh pengetahuan bahasa dengan sendirinya tanpa paksaan dari lingkungan sekitar. Memperkenalkan huruf, tulisan dan membaca pada saat yang bersamaan melalui kegitan bermain adalah salah satu dari sekian banyak cara yang bisa dilakukan oleh para guru untuk membantu anak belajar tentang bahasa keduanya dan ini hanya terjadi di dalam kelas dengan interaksi antar teman dan guru
                                                             
Daftar Pustaka



[1] Contance Weaver p 3
[2] Regie Routman. Transition. USA: Heinemann, 1998. P.26
[3] David Clark Yeager. The Language Companion.London: Scott, Foresman and Company Glenview, Illionos, 1991
[4]Sue Bredekamp, Development Approproate Practice in Early Childhood Program, (Washington: NAEYC, 1997), p.51
[5]Shirley C. Raines and Robert J. Canady, The Whole Language Kindergarten, (New York: Teacher College Press, 1990)
[6]Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), pp.102-103
[7] Santrock, op.cit, p 364-365

2 komentar:

  1. perubahan pembelajaran mendapatkan perhatian peuh pada Pendidikan diPAUD dan juga untuk membantu pembelajaran dengan harapan mendapatkan multi interlegence dari dasar memahami filsafat bahasa yang dijelaskan oleh para ahlinya, serta para ahli ini memberikan pemahaman dengan berbagai karakternya akan memberikan jendela-jendela yang dapat dipilih oleh para guru pada penyampaian dikelas yang diaplikasikan pada pembelajaran secara utuh dan holistik

    BalasHapus
  2. Adakah contoh RPPH untuk TK nya? boleh kirim ya

    BalasHapus