WHOLE LANGUAGE
BAHASA ANAK USIA DINI
A.
Latar Belakang
Anak usia dini memiliki
karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial, moral, dan
sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting untuk sepanjang usia
hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalah masa pembentukan fondasi dan dasar
kepribadian yang akan menentukan pengalaman anak selanjutnya. Anak usia dini
adalah anak yang berada pada masa keemasan tetapi sekaligus masa kritis. Masa
keemasan karena pada masa usia dini (0 – 6 tahun) ini berbagai kemampuan
fisiologis, kognitif, bahasa, sosioemosional, dan
spiritualnya sedang berada dalam perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan
kecerdasan yang terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan anak diperkirakan
mencapai 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa dan ini terjadi kurang lebih
ketika anak berumur 4 tahun. Kecerdasan akan mencapai 80% ketika anak berumur 8
tahun, dan sisanya sampai mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar
18 tahun. Kesalahan yang terjadi pada periode kritis akan membawa kerugian yang
nyata di masa yang akan datang.
Proses pembelajaran pada anak
usia dini akan baik dilakukan apabila tujuan pembelajaran adalah memberikan konsep-konsep
dasar yang memilliki makna bagi anak melalui pengalaman nyata. Pengalaman yang
memungkinkan anak untuk menunjukkan aktivitas yang mengembangkan segala potensi
yang dimilik anaka termasuk kemampuan berbahasa atau membaca.Karakteristik
kemampuan membaca permulaan dapat dilihat melalui kemampuan anak mengembangkan
koordinasi gerakan visual dan motorik, kemampuan anak melakukan diskriminasi
secara visual, kemampuan kosakata anak, dan kemampuan diskriminasi auditori.
Dalam mengembangkan kemampuan membaca
permulaan bagi anak, hal yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan yang
bersifat alami (natural) yang memperkaya lingkungan anak dengan hal-hal
yang mampu mengembangkan minat dan rasa ingin tahu anak akan dunia kebahasaan.
Pendekatan pembelajaran bahasa yang menekankan akan pemerkayaan lingkungan
bahasa anak secara alamiah dan menyeluruh adalah whole language (keutuhan
bahasa).
Whole language akan membantu anak
dan guru dalam memperkenalkan bahasa yang baru didengarnya dan berusaha
mengingat dan menyimpannya dalam memori otaknya. Namun sebagai catatan, hal ini
harus menyenangkan (full of joy).Sehingga kreativiatas guru dalam mengelola
kelas adalah yang utama teaching with joy. Dengan teaching with joy anak akan
learn with joy.
B.
Tujuan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa Anak
Usia Dini
2.Menjelaskan tentang Whole Language pada anak usia dini
C.
Manfaat Makalah
1.Melatih mahasiswa untuk dapat mengembangkan
keterampilan yang dimilikinya.
2.Memberikan informasi kepada pembaca tentang Whole Language pada Anak Usia Dini
3.Menambah pengetahuan untuk penulis dan pembaca tentang
Whole Language Anak Usia Dini
KAJIAN
TEORI
1.1
Whole Language
Gagasan
mengenai whole language memiliki dasar di dalam berbagai teori belajar
yang berhubungan dengan epistemologi disebut "holisme."Holisme
didasarkan pada keyakinan bahwa tidak mustahil memahami berbagai pembelajaran
dengan menganalisis potongan-potongan kecil dari suatu sistem pembelajaran.Holisme
merupakan respon terhadap perilaku, yang menekankan pada bahwa dunia dapat
dipahami dengan melakukan eksperimen yang merangsang dan memberikan tanggapan.
Kemampuan
untuk belajar bahasa alami membedakan manusia dari hewan lain, dan biasanya bergerak
selama dekade pertama kehidupan selama periode kritis untuk akuisisi bahasa.
Sistem linguistik yang berkembang menyebar kehidupan sehari-hari, menyediakan
untuk kapasitas linguistik yang tak terbatas dan untuk kreativitas penting dari
bahasa.Penggunaan bahasa sensitif terhadap berbagai variabel sosial dan
kontekstual dan dapat dianalisis pada berbagai tingkat deskripsi.
Oleh
karena itu landasan filosofi mengenai whole language tumbuh dari
berbagai sudut pandang dan disiplin ilmu, yaitu mulai dari proses pemerolehan
bahasa dan tumbuhnya budaya keaksaraan, psikolinguistik, sosiolinguistik,
psikologi kognitif, psikologi perkembangan, antropologi, dan pendidikan. Dari
keragaman yang berbeda tersebut whole language berada untuk
mempersatukannya (unity within diversity). Beberapa teori mengenai whole
language yang dikemukan oleh para ahli :
a. Weaver : whole language adalah suatu teori
pembelajaran bahasa secara alamiah dan bagaimana sistem pembelajaran dapat
membantu kemajuan di dalam kelas dan sekolah[1]
b. Routman : whole language adalah suatu teori yang
menunjukkan pada kebermaknaan yang nyata dan sesuai dengan kegiatan mengajar
dan belajar bahasa.[2]
c. David : whole language adalah suatu teori praktek
mengajar yang telah disusun dari keberhasilan praktek guru dalam
mengimplementasikan pembelajaran tentang bagaimana anak belajar, bagaimana
mereka belajar bahasa, dan bagaimana perkembangan penguasaan bahasa dalam
lingkungan dan lingkungan luar sekolah.[3]
Berdasarkan teori-teori di atas, whole language
dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Dengan pendekatan whole language pada dasarnya
pembelajaran secara alami pembinaannya dapat dilakukan di dalam kelas dan di
sekolah. Berdasarkan pada keyakinan tentang hakikat belajar dan bagaimana
belajar, diharapkan anak-anak dapat berkembang secara optimal karena mereka
mengikuti proses belajarnya sendiri.
b. Pembelajaran whole language merupakan pendekatan
pembelajaran dimana suatu lingkungan yang menyeluruh, anak ditenggalamkan
(immerse) dalam perkembangan bahasa yang penekanannya dalam bentuk kegiatan
mendengar, bercakap, membaca dan menulis.
c. Pembelajaran whole language dibangun atas dasar
suatu pemahaman bahwa anak sudah siap untuk mengembangkan kemampuan
berbahasanya. Di dalam mengembangkan pembelajaran juga diperlukan penyediaan
berbagai kebutuhan anak agar terjadi pembelajaran yang bermakna yang dapat
mengembangkan proses keaksaraan.
d. Pendekatan
pembelajaran whole language menekankan pada kegiatan pembelajaran bermakna yang
meliputi semua proses belajar bahasa seperti mendengar, berbicara, menulis, dan
membaca semuanya dipelajari secara alami dalam artian dipelajari secara utuh
dan membiarkan anak memperoleh pengetahuan bahasa dengan sendirinya tanpa
paksaan dari lingkungan sekitar
1.2
Kengunggulan penggunaan pendekatan pembelajaran whole language menurut
Diane dan Weaver
1. Anak-anak diharapkan belajar mulai dari mendengar,
membaca, dan menulis seperti mereka mulai dapat berbicara. Semua bahasanya
dilakukan secara alamiah tanpa adanya intervensi dari guru dan guru hanya
mengarahkan kesalahan yang dilakukan siswa supaya tidak berkecil hati;
2. Dalam
pembelajaran guru tidak hanya sekedar mengajar tetapi juga melakukan observasi
kebutuhan siswa untuk selanjutnya guru mengembangkan teknik mengajar bahasa.
Diasumsikan kemampuan membaca dan menulis siswa berkembang apabila fasilitas yang
dibutuhkan anak terpenuhi.
3. Anak tidak akan mengalami kesulitan belajar membaca
dan menulis jika segalanya dibuat mudah dan sederhana.
4. Kegiatan membaca, menulis dan berbicara merupakan
satu kesatuan dan tidak ada pemisahan mana yang harus dipelajari terlebuh
dahulu, apakah dimulai dari membaca dan menulis dulu. Semua diajarkan secara
bersamaan dan satu kesatuan secara utuh.
Pembelajaran
whole language telah sesuai dengan rekomendasi dari International
Reading Association’s Literacy Development and Prefirst Grade (Early Childhood
and Literacy Development Committee, 1988), dan NAEYC (“Development
Appropriate Practice”, Bredekamp, 1986), yang isinya memuat antara lain:
a. Membangun pembelajaran berdasarkan kesiapan anak
dalam menerima bahasa oral, membaca, dan menulis. Fokusnya adalah pengalaman
dan bahasa yang bermakna, dari lingkungan keseharian anak.
b. Menuntun anak berbahasa menjelang masuk sekolah
dengan menggunakan dasar bahasa dan aktivitas keaksaraan.
c. Menghadirkan perasaan sukses bagi semua anak, dengan
membantu mereka untuk dapat melihat diri mereka sendiri sebagai manusia pemakai
bahasa. Mereka menjelajahi dunia lisan dan tulisan dengan perasaan senang.
d. Menyediakan pengalaman membaca sebagai suatu
kesatuan dari proses berkomunikasi yang terkait dengan bercakap-cakap,
mendengarkan dan menulis serta berbagai sistem komunikasi lainnya, misalnya
dalam seni, matematika, dan musik.
e. Mendorong anak untuk mulai mencoba menulis tanpa
melakukan koreksi atas kesalahan yang mereka lakukan dalam formasi huruf atau
ejaan.
f. Mendorong anak untuk mulai mengambil resiko (risk
taking) dalam membaca dan menulis serta menerima apa yang terlihat sebagai
kesalahan merupakan suatu bagian dari proses alamiah dari pertumbuhan dan
perkembangan anak.
g. Menggunakan bahan materi ajar yang familiar dengan
anak, misalnya cerita-cerita terkenal, sebagai sense of control dan percaya
diri dalam membangun kemampuan belajar mereka.
h. Menghadirkan model yang dapat memotivasi anak. Di
dalam kelas guru harus berbahasa dengan benar dan tepat sehingga merangsang
anak untuk mendengar dan bereaksi untuk berbicara dan dapat mendorong
terjadinya membaca dan menulis.
i.
Secara
tetap guru melakukan kegiatan membaca bagi anak dengan berbagai tema dari
puisi, cerita fiksi, dan non fiksi.
j.
Menyediakan
waktu secara tetap bagi anak untuk membaca dan menulis mandiri.
k. Membantu tumbuhnya perkembangan afektif dan kognitif
anak melalui tersedianya kesempatan untuk berkomunikasi apa yang mereka
ketahui, apa yang mereka fikir, dan apa yang mereka rasakan.
l.
Menggunakan
prosedur perkembangan dan budaya yang sesuai dalam melakukan evaluasi, hal ini
merupakan salah satu tujuan dasar dari program dengan pertimbangan bahwa setiap
anak berkembang secara total.
m. Menumbuhkan
ide dan aktifitas di sekolah untuk dilanjutkan di rumah.
n. Menyiapkan orang tua untuk memahami keterbatasan
dari asesmen dan tes yang terstandar yang dilakukan pada tahap permulaan
keterampilan membaca dan menulis.
o. Mendorong anak berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran daripada hanya sebagai penerima yang pasif melalui berbagai
aktifitas yang dilakukan lewat bercakap-cakap, mendengarkan, menulis, dan
membaca.
Semua
hal ini telah sesuai dengan pernyataan NAEYC dalam DAP yang isinya26 adalah :
“Dengan tersedianya kesempatan bagi anak untuk mempunyai pengalaman di dalam
melihat bagaimana membaca dan menulis, akan sangat berguna jika dilakukan
sebelum mereka dianjurkan menyebukan nama, membaca, dan mengidentifikasi kata.
Puncak dari aktivitas ini adalah pengalaman yang bermakna bagi anak melalui
berbagai aktivitas, seperti mendengarkan cerita dan puisi, melakukan wisara,
mendikte cerita, melihat grafik di dalam kelas, bermain drama dan pengalaman
lain yang diperoleh melalui komunikasi dengan teman atau dengan orang dewasa”[4]
Berdasarkan
konsep psikolingusitik, sosiolinguistik, psikologi kognitif, psikologi
perkembangan, antropologi dan pendidikan maka whole language dapat dilaksanakan
dengan cara[5]
:
a. Immersion, menenggelamkan anak pada lingkungan yang
kaya akan bahasa tulisan sehingga anak akan belajar sendindiri guru hanya
bertuga sebagai fasilitator.
b. Opportunity and Resources, menyediakan waktu,
material, ruang, dan berbagai aktifitas dimana anak dapat menjadi pendengar,
pembicara, pembaca dan penulis. Termasuk pengulangan. Banyak guru dna orang tua
tidak menyukai pengulangan padahal pengulangan akan membantu anak mengingat
kosa kata yang baru saja dipelajarainya
c. Meaningful Communication,
memfokuskan komunikasi pada hal-hal yang bermakna dimana pengalaman berbicara,
mendengar, membaca, dan menulis dapat dikomunikasikan secara menyeluruh.
d. Acceptance, menerima
anak sebagai pembaca dan penulis yang berkemampuan secara menyeluruh sehingga
dengan demikian terjadi komunikasi yang bermakna.
e. Expectancy, menciptakan
atmosfer yan menangandung harapan, yang berpengaruh terhadap iklim yang dapat
mendorong dan membantu budaya aksara secara terus menerus.
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan di atas maka pendekatan pembelajaran whole language adalah
suatu pendekatan pengajaran perolehan bahasa yang dapat diimplementasikan di
dalam kelas maupun di sekolah secara alami dengan tujuan membiarkan anak
belajar berbahasa dengan sendirinya tanpa paksaan dan menyenangkan.Oleh sebab
itu guru harus berusaha menciptakan sebuah kelas yang menyenangkan (full of
joy) dan guru juga harus mengajar dengan menyenangkan (teaching of joy) Termasuk
dalam mengembangkan kemampuan membaca permulaan.
1.3
Implementasi Pendekatan
Pembelajaran Whole Language
Dalam
implementasi pendekatan pembelajaran whole language bagi anak usia dini
perlu diperhatikan terlebih dahulu bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang
sesuai usia. Pembelajaran di kelas pada dasarnya merupakan proses interaksi
antara anak dan orang dewasa, dalam hal ini adalah guru. Di dalam interaksi
sosial, anak akan memperoleh pengalaman yang bermakna sehingga terjadi proses
belajar dan pengalaman ini akan menjadi bermakna jika anak dapat melakukan
sesuatu atas lingkungannya dengan penuh kegembiraan.
Oleh
sebab itu lingkungan merupakan faktor penting dalam kegiatan belajar mengajar
bagi anak usia dini. Guru bertanggung jawab untuk menciptakan suasana yang
penuh perhatian, menyenangkan dan penuh kasih sayang sehingga anak
dapatmengembangkan rasa percaya pada dirinya sendiri, teman, dan orang lain
serta dapat berinteraksi baik dalam keluarga, kelompok maupun lingkungannya.
1.4 Kemampuan Membaca Permulaan
Dalam pendekatan pembelajaran whole language, guna
meningkatkan kemampuan membaca permulaan bagi anak usia dini adalah dengan
memperkaya literatur bacaan. Pendekatan pembelajaran tidak memandang membaca
sebagai akibat dari kesiapan membaca anak akan tetapi melalui proses asimilasi
dan akomodasi. Smith menyatakan bahwa anak mulai membaca dari momen mereka
peduli dengan tulisan dalam berbagai cara bermakna. Hal ini dapat diantisipasi
melalui dorongan membaca secara alami, membantu mereka menemukan hubungan suara
dan simbol melalui tulisan yang bermakna dan yang paling penting adalah
berlangsungnya kecintaan mereka untuk membaca.
Menurut Willern dan Kamii, anak membangun konsep
tentang buku dan membaca melalui berbagai pengalaman yang mereka dapatkan
ketika mereka masih usia dini. Pendekatan pembelajaran whole language
mengembangkan kemampuan membaca permulaan melalui kegiatan yang dapat
mengektifkan anak untuk membaca melalui aktivitas dan lingkungan yang kaya akan
tulisan. Lingkungan yang kaya akan tulisan diharapkan mampu menimbulkan
kepedulian anak terhadap dunia keaksaraan. Untuk merangsang tumbuhnya sikap
peduli terhadap keaksaraan adalah dengan mengkonstruksikan lingkungan yang kaya
akan tulisan dengan mengangkat situasi keseharian. Selanjutnya, dalam
mengembangkan kemampuan membaca permulaan anak dapat dilakukan melalui kegiatan
bermain.
Aktivitas bermain yang dilakukan adalah aktivitas
yang memberikan kesempatan pada anak untuk berinteraksi dengan teman dan
lingkungannya.Akan tetapi bermain yang dilakukan bukan merupakan paksaan.
Menurut Soemiarti, bermain dalam tatanan sekolah digambarkan sebagai suatu
rentang rangkaian kesatuan yang berujung padabermain bebas, bermain dengan
bimbingan, dan berakhir pada bermain dengan diarahkan[6]
Bermain bebas dapat didefinisikan sebagai suatu
kegiatan bermain dimana anak mendapat kesempatan melakukan berbagai pilihan
alat dan mereka dapat memilih bagaimana menggunakan alat-alat tersebut.Kegiatan
bermain dengan bimbingan, guru memilih alat permainan dan diharapkan anak-anak
dapat memilih guna menemukan suatu konsep atau pengertian tertentu.Selain itu,
dalam bermain yang diarahkan, guru mengajarkan bagaimana menyelesaikan suatu
tugas yang khusus.Dalam melakukan kegiatan bermain dibutuhkan pula media dan
metode, agar kegiatan menjadi lebih terarah.
Cunningham tahun 2005[7] dalam
penelitiannya mengenai pendekatan pembelajaran whole language didalam
meningkatkan kemampuan membaca menekankan bahwa pelajaran membaca seharusnya
paralel dengan pembelajaran bahasa alami anak.Materi-materi membaca sebaiknya
utuh dan bermakna.Artinya, anak-anak sebaiknya diberikan materi dalam bentuk
lengkap seperti cerita-cerita dan puisi-puisi, sehingga mereka dapat belajar
memahami fungsi komunikatif bahasa.
Selanjutnya, membaca seharusnya dihubungkan dengan
keahlian menulis dan mendengarkan atau dengan kata lain, membaca seharusnya
diintegrasikan dengan subjek-subjek dan keahlian-keahlian lain, seperti ilmu
pengetahuan dan studi sosial serta materi membaca seharusnya terpusat pada
pengetahuan sehari-hari.Dalam mengajarkan membaca sebaiknya menggunakan
pendakatan keahlian dasar fonik, meskipun siswa-siswa juga dapat mengambil
manfaat dari pendekatan belajar whole language.Dengan demikian maka
dapat dikatakan bahwa pendekatan pembelajaran whole language menekankan
pada strategi pembelajaran bahasa yang dimulai dari makna yang utuh menjadikan
kemampuan bahasa anak yang berkembang ke arah penguasaan kemampuan membaca dan
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Belajar membaca dalam bahasa kedua, terutama di
masa dewasa, mungkin proses yang berbeda daripada belajar membaca bahasa ibu di
masa kecil. Ada kasusanak yang sangat muda belajar membaca tanpa diajari.
Demikianlah halnya dengan Truman Capotyang dilaporkan belajar sendiri untuk
membaca dan menulis pada usia lima. Ada juga beberapa orang yang mengajarkan
diri untuk membaca dengan membandingkan tanda-tanda jalan atau ayat-ayat
Alkitab untuk berbicara. Novelis Nicholas Delbanco belajar sendiri membaca pada
usia enam tahun selama transatlantik persimpangan dengan mempelajari buku
tentang perahu. Anak juga bisa dijarkan membaca permulaan dengan
nyanyian.Berikan anak akses untuk mendengarkan lagu, dengan musik disekitar
mereka, mereka mampu rileks dalam menerima pelajaran.Hal ini tentunya sangat
menarik bagi anak-anak.Yang perlu diingat guru adalah memberikan musik yang
sesuai dengan perkembangan mereka.Biarkan mereka tenggelam dalam pelajaran
tersebut dengan musik, karena semua anak pada hakekatnya menyukai musik.
Kesimpulan
Pendekatan
whole language pada dasarnya merupakan pembelajaran secara alami yang
pembinaannya dapat dilakukan di dalam kelas dan di sekolah. Pembelajaran whole
language merupakan pendekatan pembelajaran dimana suatu lingkungan yang
menyeluruh, dimana anak sudah siap untuk mengembangkan kemampuan berbahasa
dengan cara ditenggalamkan (immerse) dalam bentuk kegiatan mendengar,
bercakap, membaca dan menulis. Kegiatan pembelajaran whole language hendaknya
dipelajari anak secara alami dan dipelajari secara utuh serta membiarkan anak
memperoleh pengetahuan bahasa dengan sendirinya tanpa paksaan dari lingkungan
sekitar. Memperkenalkan huruf, tulisan dan membaca pada saat yang bersamaan
melalui kegitan bermain adalah salah satu dari sekian banyak cara yang bisa
dilakukan oleh para guru untuk membantu anak belajar tentang bahasa keduanya
dan ini hanya terjadi di dalam kelas dengan interaksi antar teman dan guru
Daftar Pustaka
[1]
Contance Weaver p 3
[2]
Regie Routman. Transition. USA: Heinemann, 1998. P.26
[3]
David Clark Yeager. The Language Companion.London: Scott, Foresman and
Company Glenview, Illionos, 1991
[4]Sue Bredekamp, Development Approproate Practice in
Early Childhood Program, (Washington: NAEYC, 1997), p.51
[5]Shirley C. Raines and Robert J. Canady, The Whole
Language Kindergarten, (New York: Teacher College Press, 1990)
[6]Soemiarti
Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),
pp.102-103
[7]
Santrock, op.cit, p 364-365
perubahan pembelajaran mendapatkan perhatian peuh pada Pendidikan diPAUD dan juga untuk membantu pembelajaran dengan harapan mendapatkan multi interlegence dari dasar memahami filsafat bahasa yang dijelaskan oleh para ahlinya, serta para ahli ini memberikan pemahaman dengan berbagai karakternya akan memberikan jendela-jendela yang dapat dipilih oleh para guru pada penyampaian dikelas yang diaplikasikan pada pembelajaran secara utuh dan holistik
BalasHapusAdakah contoh RPPH untuk TK nya? boleh kirim ya
BalasHapus